Ini adalah hari ke dua setelah kejadian antara aku dan Putri di lapangan lalu. Aku masih belum masuk ke sekolah. Meski keadaanku sudah berangsur membaik, namun ibuk belum memperbolehkanku untuk pergi ke sekolah. Ibu khawatir pergelangan kaki ku yang masih sedikit bengkak.
Aku mulai bosan setiap pagi berada di rumah. Hanya duduk dan duduk menatap keluar jendela. Aku rindu suasana sekolah. Aku rindu pelajaran dan aku merindukan bangku kelas ku yang sudah dua hari ini kosong tanpa aku sang pemiliknya.
"Assalamu'alaikum." Ucap seseorang yang datang dengan seorang wanita.
Ya, itu adalah Putri. Dia datang bersama nenek Romlah. Nenek Romlah membawa Tanda Mata di tangan nya.
"Wa'alaikum salam." Jawab ibuk yang baru saja keluar dari ruang tengah.
"Eh, Putri ... Silahkan duduk." Sapa ibuk ramah pada mereka.
"Gimana keadaan anakmu Sri?" Tanya nenek Romlah sambil duduk disebelahku. Nenek Romlah mengusap-usap kaki kanan ku.
"Lumayan nek, kemarin langsung tak panggilkan tukang urut kesini." Jawab ibuk. Putri terlihat hanya menunduk dan tak berani menatapku.
Aku mengalihkan pandanganku dengan melihat ibuk dan nenek Romlah.
"Tak bikinin minum dulu ya." Ibu beranjak dari tempat duduk nya.
"Nggak usah repot-repot Sri ... Udah kamu duduk saja. Kami cuma mau jenguk Tari." Nenek Romlah tersenyum lembut padaku.
"Sini, temen nya dipijit. Kok diem aja." Nenek Romlah menyeret lengan Putri dan mendekatkan nya duduk di dekatku. Kini aku dan Putri duduk dengan jarak sangat dekat. Putri masih malu-malu dan enggan mengajakku berbicara. Mungkin karna rasa bersalahnya yang masih sangat besar padaku hingga membuatnya malu menanyai kabarku.
"Ini gimana ceritanya kok bisa sampe kaya gini?" Tanya nenek Romlah pada ibuk.
"Biasalah ... Anak-anak kan kaya gitu buk." Ucap ibu sambil tersenyum.
"Kemarin aku suruh dia datang kesini buat jenguk Tari. Dia nggak mau Sri, besok aja katanya." Tatapan ku sinis pada Putri. Aku tidak butuh sama sekali besukan nya. Aku juga tak ingin melihatnya berlama-lama berada di rumahku.
"Ini, nenek bawakan kamu buah. Nenek juga beli roti di warung. Kamu makan ya," Ucap Nenek Romlah sambil meletakkan Kantong Kresek yang ia bawa.
Aku hanya mengangguk pelan. Aroma buah Apel sangat menyengat hingga ke rongga hidungku. Maklum saja, karna aku jarang menjumpainya di rumahku. Berbeda dengan Putri yang memiliki banyak buah di Lemari Es nya.