"Kamu kemarin ngadu ya sama mbak Naura." Gertakku pada Hani ketika kami sama-sama berada di kelas.
"Kalo iya kenapa?" Hani berkecak pinggang.
"Dasar tukang ngadu. Kamu pikir mbak Naura itu siapa? Kakak kamu?" Tak mau kalah aku menyenggol pundaknya.
"Kakak mu itu lebih perhatian ke aku. Di banding sama kamu !!"
"Awas kamu ya, berani sama aku." Aku menggebrak bangku Hani. Berlaga sok jagoan di depan para temanku yang ada di kelas. Pelajaran belum dimulai. semua siswa masih berhamburan bermain diluar. Karna ini adalah kesempatan yang tepat bagiku untuk melabrak langsung Hani.
"Aku nggak takut sama kamu." Ia menimpali ucapanku.
Baiklah ini adalah tantangan terbaru bagiku. setelah aku berurusan dengan Putri, mbak Naura, dan selanjutnya Hani. Akan aku buat dia paham siapa Mentari sebenarnya.
"Kenapa sih kalian?" Tanya Windi padaku.
"Nggak ada apa-apa." Ucapku datar.
"O, Putri nggak masuk. Dia sedang sakit." Ucap Windi.
"Kata siapa kamu win?"
"Tadi kakak nya beli surat izin ke kantor."
Pantas saja dari tadi ia tak menungguku di depan rumahnya. Biasanya dialah yang lebih awal bersiap dan berangkat bersamaku.
Sepulang sekolah aku ingin menjenguk temanku tersebut. Jika dulu aku sakit ia membawakan buah ke rumahku. Kini aku berinisiatif untuk membalas kebaikan nya.
"Kamu sakit apa put?" Tanyaku ketika aku membuka pintu kamar Putri.
Ia terbangun dengan sedikit terkejut. Sekujur tubuhnya berselimut. Keringat bercucuran di dahinya.
"Sudah mendingan, tadi nenek kasih dia obat turun panas." Ucap nenek Romlah di tengah-tengah pertemuan kami.
Di sebelah Putri ada mangkuk berisi bubur dan segelas susu. Sepertinya susu itu sudah mulai dingin. Putri masih terpejam sambil mendekapkan lengan nya pada kedua paha.
"Putri. Kamu makan ya nak." Ucap nenek Romlah seraya membuka selimut.
"Iya put. Kamu makan ya biar cepat sembuh." Ujarku dengan khawatir.
Perlahan Putri membuka kedua kelopak matanya. Ia mengendus pelan dan memegangi kepalanya. Ku sembunyikan kantong kresek yang berisikan buah mangga. Aku memetiknya di belakang rumahku tanpa sepengetahuan ibuk.
"Kalo nggak mau disuapin nenek, biar disuapin Mentari ya put." Bujuk nenek Romlah dengan lembut. Putri hanya mengangguk. Aku tahu Putri pasti sangat membutuhkanku di sampingnya.
Aku menyuapinya dengan pelan. Perlahan Putri sudah semakin membaik. Kini ia bisa tersenyum kembali. Rona wajahnya tak sepucat ketika aku datang tadi.
"Kamu bawa apa ri?" Tanya Putri