Petang menjelang. Meski mengelak dan terus mengatakan baik-baik saja, tetapi pada akhirnya mbak Naura menurut untuk memeriksakan diri ke puskesmas desa.
Sementara aku terduduk merenung di teras, memikirkan dengan siapa Putri pergi barusan?
"Loh, bukannya itu tadi Putri?" tanya ibu padaku, tepat setelah sahabatku itu lewat dibonceng seseorang.
Aku mengangguk.
"Sama siapa? Kok tumben nggak ngajakin kamu?" lanjut ibu.
Aku hanya mengedikkan bahu. Memang benar, tumben sekali Putri tidak mengajakku?
Dia bilang jika sedang sibuk sekali hari ini. Tidak mungkin Putri membohongiku. Aku sangat mengenalnya dengan baik. Dan, kalaupun ia sedang pergi, itu pasti ada keperluan yang penting.
Beberapa menit berlalu, aku dan ibu masih duduk bersantai di teras depan.
"Kok ayahmu lama sekali ya Ri?" ucap ibu membuyarkan lamunanku.
"Mengantri mungkin, Bu!" jawabku sembari menengok jam dinding yang terpasang di ruang tamu.
"Jam segini biasanya sepi puskesmas. Apa harus dirawat ya?" perkiraan ibu yang otomatis membuatku berpikiran sama.
Baru saja ibu mengatupkan rahangnya, yang dibicarakan akhirnya datang. Kali ini wajah ayah terlihat lebih suram dibanding saat beliau berangkat tadi. Sakit apakah mbak Naura?
"Kok lama sekali Yah? Gimana hasilnya?" sambut ibu tak sabaran.
Mbak Naura hanya melewati kami dengan tertunduk. Semakin membuatku penasaran saja.
Semoga kakakku itu baik-baik saja.
"Sakit apa Yah?" tanyaku pada ayah.