"Tari!" seru Putri membuatku kelabakan dan melipat poster itu seadanya.
Aku menarik tubuhku beberapa langkah, hingga akhirnya terjatuh pasrah pada permukaan lantai yang siap menangkapku.
BRUGH!!
bersamaan dengan suara itu, Putri lantas menoleh ke arahku.
"Kepalaku pening Put, aku pulang dulu, ya?" tanpa perduli apakah Putri mengejarku atau tidak, aku tetap melangkahkan kaki keluar rumahnya yang megah ini.
"Sudah selesai?" sapa nenek Romlah di ambang pintu gerbang.
Aku melempar senyum kecil sebelum mempercepat langkah. Lalu pulang dengan seribu kekacauan.
***
Ini adalah pertengahan musim hujan. Biasanya gerimis dipagi buta adalah sesuatu yang teramat kusuka setelah musik. Kali ini, apapun yang terjadi hanyalah sebuah hembusan angin saja. Berlalu tanpa meninggalkan bekas.
"Tari, kamu nggak sarapan?" Suara itu ... Telah lama hilang dari kerongkongan kakak perempuanku. Pagi ini Mbak Naura memperlihatkan jika dirinya telah membaik.
"Ha? Tari ada ulangan Mbak, sarapan di kantin aja!" pamitku sambil membalas senyum padanya.
"Naura, tolong kamu rendam biji kacang hijau ini!" pinta ibu yang membuatku mematung beberapa saat.
Benarkah ibu dan mbak Naura telah berbaikan?
"Buk, Tari berangkat dulu!" kuraih lengan itu lalu menciumnya sebelum ke sekolah.
Hampir saja aku melupakan sesuatu. Bagaimana bisa aku berpura-pura baik-baik saja ketika sahabat terdekatku kini menjadi pacar dari cowok yang begitu kusukai?
"Lemes amat jalannya? Kenapa?" sapa Putri yang lebih bersemangat dariku.
"Belum sarapan."