Astaga!! Itu adalah Rangga.
Iya, itu Narangga Pratama. Cowok yang membuatku patah hati.
"Es cream aku mana?" tanya cowok berkemeja biru denim, bercelana hitam. Setelah menarik kursi di sebelahku. Ia lalu duduk berhadapan dengan Putri.
"Belum aku pesenin, aku kan ngga tau selera kamu!" jawab Putri dengan senyum manisnya.
Gila, aku adalah obat nyamuk. Dan mereka berdua adalah sepasang nyamuk yang sedang bermain-main di atas asapku? Bagaimana jika asap itu ternyata membakar lingkaran obat nyamuk itu sendiri, ketimbang membasmi nyamuknya?
"Bentar ya, aku pesen dulu ... Mau nambah ngga?" tawar Rangga berbaik hati.
Kutatap raut bahagia Putri yang dengan sengaja menggeleng sambil tersenyum kecil. Membayangkan jika hal itu terjadi padaku. Maka tentu aku tak akan mengajak Putri untuk datang menemui cowok yang kusukai.
Setelah asyik hidup dalam hayalanku beberapa saat, hal selanjutnya yang bisa kulakukan hanyalah menunduk meratapi diriku. Bodohnya aku masuk perangkap Putri yang sengaja membawaku untuk menjadi kambing congeknya.
"Kamu? Kok diem aja?" Suara Rangga membuyarkan lamunanku. Setalah mengangkat wajah, terlihat Putri dan Rangga sedang menungguku mengatakan sesuatu.
Sudah berapa lama mereka seperti ini? Apa jangan-jangan sejak tadi mereka memperhatikanku?
"Ah, tidak.. Eh, nggak usah!" tolakku cepat.
"Okey," Rangga lalu bergegas meninggalkan kami. Dan memesan es cream untuk dirinya sendiri.
***
Hari berlalu.
"Mbak Naura cantik deh pakai baju kaya gitu!" pujiku saat kakak perempuanku itu sedang menyisir surainya dengan hati-hati di depan cermin.
"Ini baju ibuk tau nggak?" jawab Mbak Naura seraya menoleh sepintas.
"Mbak, mbak Naura nggak papa kan soal ucapan tetangga tadi pagi?" tanyaku yang masih memainkan kelambu pintu kamar.