Menit berlalu, kini jarum jam itu sampai pada angka sepuluh. Ya, pukul sepuluh lewat lima menit. Dua jam berlalu dan aku hanya bisa mondar-mandir di depan ruang bersalin ini.
Tak ada siapapun melainkan aku dan Bahar. Ponsel yang menjadi harta satu-satunya bagiku, tertinggal di meja tadi pagi.
Sungguh, ini adalah uji nyali yang nyata bagiku.
Beberapa kali kudengar rintihan Mbak Naura yang diikuti suara suster pendamping, membuatku ingin tahu. Besar keinginan untuk masuk ke ruangan itu. Tetapi nyaliku begitu kecil, hingga ...
"Ri, tolong kamu telfon ibuk, alhamdulillah Naura sudah-"
"Sudah lahir bayinya?" sambarku tanpa pamit.
Bahar mengangguk, lalu menutup kembali pintu ruangan yang terbuka selebar wajah.
Aku melompat girang !!!
Mbak Naura, kakak perempuanku yang selama ini selalu menjadi musuh menyebalkan bagiku, kini menjadi seorang ibu. Tanpa memperdulikan lagi titah Bahar, aku menyerobot masuk untuk menemui keponakan baruku itu. Sebenarnya, aku sangat penasaran seperti apa wajahnya.
"Mbak!" ucapku begitu masuk dengan langkah mengendap-endap.
"Sshh, bayinya mau di adzani, Ri." bisik Mbak Naura dengan tersenyum.
Hebat sekali kakak perempuanku ini. Setelah berjuang beberapa jam lalu dengan begitu dahsyat, dia sekarang sudah terlihat lebih ceria. Bahkan, bayanganku yang mengira jika dia pasti pucat dan kehabisan darah, tidaklah benar sama sekali. Mbak Naura benar-benar hebat sekali lagi. Pujiku dalam hati.
Setelah selesai mengadzankan bayi mungilnya, Bahar kembali mengingatkan padaku.
"Sudah, telfon ibunya?" Ia menatapku yang sedang asyik mengusap lembut pipi malaikat kecil ini.
"Sebentar, aku masih pengen liat keponakanku yang ganteng ini!!" jawabku acuh.
Bahar dan Mbak Naura tersenyum bersamaan.
Ada perasaan lega yang menyelimuti relung hatiku. Sembilan bulan berlalu, banyak hal menyakitkan yang keluarga kami alami. Kini, penantian kelahiran jabang bayi itu terwujud. Entah bagaimanapun itu, anak ini adalah makhluk yang tidak berdosa. Melihatnya saja, perasaanku yang semula semrawut, menjadi tenang seketika.
"Tari, barangkali kamu pulang ... Mbak ambilkan baju Mbak yang ada di lemari ya? Sekalian sama chargernya, lya?"
Aku hening sesaat mencerna ucapan Mbak Naura.