Mentari

Larantara
Chapter #6

Bab 4

Keluarga Tari hari ini akan menghadiri pernikahan pamannya di Gedung Atmajaya. Mereka memakai baju yang serasi, sehingga saat masuk dalam gedung semua mata tertuju pada mereka.

“Aduh Mbak, terima kasih ya sudah datang di pernikahannya Mas Argan. Mbak Rita, juga jauh-jauh dari Makassar datang ke Jakarta,” ujar salah satu keluarga yang bernama Nilam seingat Tari.

“Iya, kita harus datang dong di pernikahannya Mas Argan. Masa enggak datang pada hari bahagianya,” ujar Rita.

“Iya toh, Mbak. Eh, ini siapa anak kecil ini? Nadira ya, Mbak? Cantik banget kamu, Nadira. Makin tambah cantik ya sejak pindah ke Makassar,” ujar Nilam saat memperhatikan Nadira.

Nadira yang saat itu dipuji tersenyum bahagia mendengarnya sambil menggoyang-goyangkan gaun yang sedang dipakainya. Tari yang berada di samping Nadira yang juga mendengar pujian itu tersenyum dengan sangat lebar agar terlihat oleh Nilam. Ia juga sangat ingin dibilangin cantik karena memakai gaun yang sama dengan Nadira. Namun, ternyata Nilam seakan-akan tidak melihat Tari. Sehingga membuatnya lesu. Memang benar, Nadira lebih cantik dari Tari karena Nadira memiliki kulit putih seperti susu. Sedangkan Tari, memiliki kulit kuning langsat yang mirip dengan Ayahnya.

“Ayo masuk-masuk, acaranya akan dimulai.”

“Mama, Tari mau ke wc, Ma.” Tari menarik ujung baju Mamanya.

“Ayo Mama antar. Nilam, Rita, saya antar Tari ke Wc dulu, ya.” Rita mengangguk pada Mama Tari.

“Oiya, Mbak. Toiletnya ada di sebelah kiri sana,” ujar Nilam sambil menunjukkan toilet berada.

“Terima kasih, Nilam.”

Mereka berdua pun pergi ke toilet bersama, Tari sebenarnya tidak ingin buang air, hanya saja ia teringat tadi pagi, kalau Nadira diberikan bedak pada Rita, tantenya. Ia berpikir bahwa Nadira cantik karena dipoles bedak, ia juga ingin memakai bedak seperti Nadira agar terlihat cantik.

“Masuk ke wc sana, Mama tunggu kamu di luar.” Toilet yang berada pada gedung tersebut terdapat tiga wc dan di depan wc terdapat cermin yang besar dan tempat cuci tangan. Mamanya menunggu Tari sambil memperbaiki riasannya.

“Iya, Ma.” Tari hanya berpura-pura masuk ke wc sebentar untuk menyusun kalimat meminta Mamanya agar memakaikan bedak pada wajahnya.

“Mama.” Tari keluar dari wc berusaha memberanikan diri untuk mengatakan apa yang ia inginkan.

“Sudah? Ayok kita keluar.” 

“Aku mau pakai bedak seperti Nadira, Ma,” ujar Tari menunduk melihat sepatunya.

“Apa? Kenapa mau pakai bedak?”

“Nadira dibilangin cantik sama Tante Nilam, aku enggak. Mungkin karena Nadira pakai bedak tadi, jadinya dia cantik. Aku kan enggak, Ma.”

“Ha?” Mama Tari kaget mendengar yang diucapkan anaknya, lalu kemudian tertawa keras. “Tari, kamu itu memang enggak cantik, Nak. Ngapain sih, malah mau jadi cantik. Lagian, meskipun kamu pakai bedak wajahmu akan seperti itu. Enggak cantik. Nadira itu sudah cantik dari lahir, lah kamu malah mau cantik seperti Nadira. Aduh, ada-ada saja kamu. Ayo kita keluar, jangan ngawur, deh.” Mama Tari berjalan ke luar toilet tanpa memedulikan Tari yang saat ini ingin menangis mendengar ucapan Mamanya.

***

Hari ini merupakan hari Tari bersama teman-temannya janjian untuk belajar bersama. Akan tetapi, sebelumnya Eki telah memberitahukan Tari kalau ia harus datang terlebih dahulu menemui Kevin, agar ia bisa menyatakan perasaannya. Berhubung, Eki telah mengajak Kevin untuk belajar bersama dan dengan mudahnya Kevin menerima ajakan tersebut.

Eki dan Ajeng tidak menemani Tari karena mereka khawatir jika keinginan Tari tidak terpenuhi. Mereka juga tidak ingin membuat Tari merasa malu. Biarlah, Tari saja yang tahu jawaban dari Kevin. Beruntung, jika Tari memberitahukan mereka jawabannya, jika tidak, juga tidak apa-apa.

Tepat pukul 10.00 pagi, Tari sudah berada di Cafe Ceruk, dekat sekolah mereka. Tari datang terlebih dahulu sesuai perintah Eki. Ia duduk di meja yang telah dipesan oleh Eki untuk mereka belajar. Jantungnya berdebar kencang ketika melihat laki-laki yang ditunggunya sejak tadi.

“Loh yang lain mana, Tar?” ujar laki-laki yang menghampirinya, lalu duduk di kursi tepat di depannya.“

“Hmm, belum datang,” ujar Tari sambil melihat mejanya karena gugup.

Lihat selengkapnya