Mama datang ke sekolah untuk menjemput Tari, kata gurunya beberapa jam yang lalu Tari menangis kencang di kelasnya. Ia Sudah dibawa ke ruang guru, tapi tetap saja menangis dan tidak mengatakan apa-apa. Mama meninggalkan pekerjaannya untuk menemui Tari di sekolah, takut jika anaknya kenapa-napa.
“Tari, kamu ada yang sakit?” tanya Mama saat sampai di ruang guru.
Tari hanya menangis semakin kencang saat melihat Mamanya. Wali kelasnya datang membawakan barang-barang Tari.
“Tari, kalau kamu sakit bilang ke Mamamu, Nak. Ini Mama kamu sudah datang,” ujar wali kelasnya. Namun, Tari tidak berhenti menangis.
“Jika bisa, saya bawa pulang Tari dulu, Bu. Siapa tahu anaknya akan bicara kalau sudah sampai di rumah,” ujar Mama.
“Iya. Gapapa Bu. Semoga Tari cepat sembuh yah, Nak. Jangan nangis terus, nanti wajahnya jelek loh.” Tangis Tari lebih kencang dari sebelumnya yang membuat wali kelasnya takut mengajaknya bicara lagi.
“Maaf sudah merepotkan, Bu.”
“Tidak, Ibu. Memang sudah jadi tugas saya.”
Mama dan Tari keluar dari ruang guru. Ia menuntun anaknya ke mobil. Tangis Tari yang sebelumnya kencang, kini mulai reda karena banyak mata yang melihat.
“Kenapa kamu menangis?” ujar Mama setelah melajukan mobilnya.
Tari masih diam dan seakan ingin menangis lagi. Namun, ia juga takut pada Mamanya.
“Kamu sakit? Katakan saja! Mama tidak akan memarahi mu.”
“Teman Tari enggak ada yang mau ajak Tari main, Ma,” ujarnya dengan nada serendah mungkin.
“Kenapa? Mama enggak dengar!”
“Enggak ada yang mau berteman dengan, Tari, Ma.” Tari menunduk melihat tali-tali sepatunya, seakan ingin kembali menangis.
“Huft.” Mama menghembuskan napas yang panjang ketika mendengar kata dari anaknya. “Memangnya kamu perlu teman?” lanjut Mama.
“Iya. Tari kan, enggak mau sendiri, Ma.”
“Kenapa?” ujar Mamanya dingin, membuat Tari menjatuhkan kembali air matanya.
“Karena Tari ingin main dengan teman-teman, Ma” ujar Tari terbata-bata.
“Mama nyekolahin kamu bukan untuk main-main! Kalau temanmu enggak mau main sama kamu, ya udah enggak usah. Kamu sekolah untuk belajar! Jadi, kamu hanya harus belajar, jadi orang pintar, orang-orang bakalan datang sama kamu kalau kamu pintar! Ngerti kamu! Jangan nangis lagi karena enggak ada yang mau main sama kamu! Buktikan saja kalau kamu lebih baik dari mereka! Mereka bakalan datang sendiri nantinya.”
***
Semester dua sudah dimulai, Tari seperti biasa datang pagi-pagi diantar oleh Mamanya. Kantung matanya masih saja berwarna hitam akibat belajar setiap malam. Selama libur, ia menambah jadwal lesnya untuk masuk perguruan tinggi. Jaga-jaga saja jika tidak lolos SNMPTN, ujar mamanya waktu itu. Sehingga, mata hitamnya seakan-akan sudah menjadi ciri khasnya.
“Ada orang yang berusaha rebut pacar aku ya, ternyata,” ujar Sarah yang berada duduk di kursi depan kelas bersama dua orang temannya.
Tari tidak memperhatikan Sarah karena ia mengira itu tidak ada hubungannya dengannya. Sarah yang melihat Tari cuek-bebek pun semakin naik pitam karena ia tidak didengarkan.
“Hey, wanita jalang! Berani-beraninya kamu ngasih tahu pacar aku, kalau kamu suka sama dia!” Tari yang sudah duduk di mejanya tertegun dan berpikir sejenak.
“Pacar kamu? Siapa?” Tari yang tidak tahu siapa pacar Sarah sehingga ia kebingungan mendapat perlakuan yang tidak mengenakkan dari Sarah.
“Pura-pura enggak tahu, ya. Pintar banget ngelesnya,” ujar Freya, antek-antek Sarah.
“Aku emang enggak tahu pacarnya Sarah, siapa,” ujar Tari dengan wajah malas. Ia sangat tidak ingin berada di situasi yang seperti ini. Ia sudah lelah dengan belajar, jadi ia tidak ingin mengurusi siapa pacar Sarah dan gosip apa pun di sekolah ini.
“Kevin! Kamu pernah nembak dia kan?” ujar Sarah memutar bola matanya malas.
Tari terkejut mendengar ucapan Sarah, ia tidak pernah kepikiran kalau Kevin dan Sarah akan saling menyukai. Ia pikir selama ini, Kevin dan Sarah hanya berteman, mereka tidak akan memiliki perasaan apa pun seperti halnya dirinya dan Eki. Namun, ternyata dugaannya salah.
“Kenapa? Kaget dengar Sarah dan Kevin pacaran? Tch,” ujar Freya.
“Selama ini itu, Sarah dan Kevin dekat karena mereka pacaran bukan karena teman doang. Enggak ngerti banget sih! Dasar nerd!” ujar Sinta sambil mendorong bahu Tari membentur kursi.
“Aku, aku udah enggak suka sama dia,” ujar Tari membela diri.
“Tapi kamu udah nembak pacarnya Sarah. Dia enggak nyaman tahu,” ujar Sinta yang berada di samping Sarah.
“Aku enggak tahu kalau kalian pacaran. Lagian itu udah lama banget, aku aja udah lupa, kalau aku pernah suka sama dia,” ujar Tari sambil melihat teman-temannya. Ia berbohong, kalau ia sudah melupakan Kevin, ini demi keselamatan dirinya sendiri. Ia tidak suka menjadi pusat perhatian.
“Tapi aku enggak suka, kalau kamu ganggu atau ngobrolin pacar aku!” ujar Sarah setengah membentak.
“Aku enggak pernah ganggu pacar kamu.”
Sinta menarik lengan Tari agar berdiri, sedangkan Freya menarik hijab serta rambut Tari sekaligus, lalu membawanya ke belakang kelas. Seketika semua orang berkumpul melihat mereka. Tari semakin tidak nyaman dengan situasi ini.
Plakkk... Tamparan dari Sinta, antek-antek Sarah mendarat di pipi Tari.
“Pokoknya kamu salah! Aku enggak peduli saat ini Kamu suka sama Kevin atau enggak. Tapi, yang perlu kamu tahu pasti; kamu salah karena pernah mengungkapkan perasaan kamu pada Kevin,” ujar Sarah yang dibenarkan oleh antek-anteknya.
“Hey!” Ajeng menghampiri Tari masih menggunakan tas sekolahnya. “Ada masalah apa kamu sama Tari?” Tari memeluk Ajeng dan menangis di seragamnya.
“Kamu enggak perlu ikut campur,” ujar Sinta yang ingin menampar Ajeng, namun dilarang oleh Sarah.
“Aku cuma bikin perhitungan sama teman cupu kamu ini. Jadi, enggak usah ikut campur,” ujar Sarah yang mendekatkan wajahnya ke Ajeng.
Ajeng mendorong Sarah keras-keras, ia terpelanting ke lantai sehingga membuatnya meringis kesakitan. Antek-anteknya pun mulai menjambak Freya dan Sinta, tapi seorang laki-laki menghalau mereka.
“Ini apa-apaan sih. Sudah-sudah, lima menit lagi bel. Tari mau ke UKS?” ujar Eki yang khawatir pada kedua temannya itu.
“Enggak usah, aku mau ikut kelas,” ujar Tari yang tangisnya mulai reda. Ia memperbaiki baju dan hijabnya agar tidak ketahuan oleh guru.
“Hey, kalian bertiga juga udah duduk di tempat masing-masing sana dan jangan ganggu Tari lagi!” ujar Eki lagi.
Bel masuk berbunyi, semua siswa kembali pada tempat masing-masing, Eki dan Ajeng mengantar Tari ke tempat duduknya. Teman-teman yang lainnya pun kembali pada aktivitas mereka sejak awal, tidak ada yang ingin peduli pada Tari, bahkan teman duduknya pun tidak peduli dengan keadaan Tari yang saat itu terlihat acak-acakan.
“Bilang ke kita kalau ada apa-apa, oke!” ujar Ajeng yang hanya diberikan anggukan oleh Tari.
***
Bel istirahat berbunyi, seperti biasa Tari hanya duduk di kelas menunggu Ajeng untuk diajarkan materi pelajaran lain. Namun hari ini agak berbeda, suasana lebih mencekam dari biasanya karena teman-teman sekelasnya memandang lebih rendah dirinya dari sebelumnya. Semua orang sudah tahu kalau dia pernah mengungkapkan perasaannya pada Kevin yang saat ini telah menjadi pacar Sarah. Sehingga, membuat pandangan teman-temannya merasa jijik saat bertatapan mata dengannya.