Ada banyak jenis manusia di muka bumi ini. Dan aku kagum pada satu sosok jenis manusia, yang sampai saat ini masih bertahan hidup dalam kepura-puraan. Kalian hebat! Tidak bermaksud mengejek atau merendahkan, yang ingin aku katakan adalah setiap orang punya alasannya masing-masing mengapa memilih jalan yang demikian. Sama seperti seorang pencuri yang kadang lebih memilih mencuri untuk bertahan hidup. Atau seorang Ibu yang memilih berpura-pura kenyang, agar anak-anaknya bisa makan dengan lahap. Semua memang ada alasannya, tetapi aku pikir, seorang pejabat tidak membutuhkan alasan itu untuk menguras uang Negara.
Mereka memang betul-betul cerdik. Aku akui. Jejak mereka tidak mudah tercium begitu saja. Sulit sekali, bahkan sekalipun ketahuan, tak jarang mereka masih bisa berkilah dari tuduhan. Merasa seperti orang yang di zolimi dunia, padahal dia lah yang menzolimi dunia. Memusingkan memang, berada di lingkar setan seperti itu. Bahkan aku pikir, mereka yang ingin berbuat jujur dan menegakkan keadilanpun tak berani bersuara karena takut pada siapa yang berkuasa saat itu.
Ya, pengecut memang!
Dan inilah tugas generasi muda seharusnya, memutus rantai iblis yang mengikat semua pejabat-pejabat Negara. Supaya kesalahan yang sama tidak diturunkan lagi ke generasi selanjutnya. Jangan hanya menyuarakan aspirasi untuk saat ini, tapi tidak ada perbaikan untuk masa depan. Percuma, jika hari ini menggembar-gembor pemerintah dengan aspirasi-aspirasi hebat untuk satu keputusan konyol, kalau di masa depan nanti yang dihadapi juga hal yang sama. Persoalan korupsi, persoalan UUD, persoalan HAM, dan persoalan hukum yang bisa diperjual belikan.
Bosan!
Aku tidak menyalahkan aksi para mahasiswa untuk turun ke jalan, lalu menyuarakan pendapatnya apabila ada yang salah dari kebijakan pemerintah. Tapi pikirkan, jika rantai yang mengikat itu tidak pernah putus. Mau sampai kapanpun, yang terjadi hari ini akan terulang lagi di kemudian hari. Bahkan mungkin jauh lebih ngeri daripada saat ini. Atau yang mungkin sudah terjadi puluhan tahun yang lalu, kembali terulang lagi saat ini. Semua tidak menutup kemungkinan.
Aku cukup sanksi membayangkan bahwa, yang mungkin hari ini bersitegang dengan keputusan pemerintah, belum tentu akan menjadi jauh lebih baik ketika ia yang menduduki kursi pemerintahan. Karena waktu akan mengubah segalanya, kawan! Percayalah, bahwa mereka yang saat ini di cap sebagai politikus Negara yang tak berhati nurani, pernah menjadi sosok anak kecil polos dan naif. Mereka pernah duduk di kursi sarjana dan marah pada cara kerja pemerintah yang konyol. Dan ketika mereka sudah duduk di bangku pemerintah, mereka menjadi lupa. Ada? Banyak. Tidak perlu dijelaskan satu persatu, cukup kita pahami masing-masing.
Jangan mengkambinghitamkan bahwa dunia ini kejam, sadis. Tapi hati nurani, logika dan cara pandanglah yang perlu dipertanyakan. Dimanakah semua komponan itu ketika mengambil satu keputusan? Aku tahu, cara pandang seseorang tidak mudah diubah, semudah membalik telapak tangan. Maka dari itu, wahai anak muda calon-calon pejabat Negara, aku tahu kalian juga manusia sama seperti rakyat biasa. Tapi ketahuilah, ditangan kamu, ditangan aku, ditangan dia, ditangan kalian, dan ditangan kita, Negara bisa maju dan juga bisa hancur. Semua tergantung pilihan.
"Ke Bali?"
"Ha?"
"Tujuan kamu, ke Bali?"
Buyar. Lamunan nikmatku tentang bumi pertiwi ini hilang begitu saja oleh satu pertanyaan yang aku pikir tidak perlu. Dan oh! Sejak kapan ada orang lain yang duduk di sampingku? Aku pikir tadi, aku hanya seorang diri atau mungkin aku terlalu asik menatap langit dari sudut jendelaku, hingga aku tidak sadar ada orang lain di sini. Tepat disampingku.
"Bukan."
"Ooh."
Aku menoleh dalam seperkian detik, karena selanjutnya aku fokus membolak-balik majalah, yang aku ambil dari punggung kursi penumpang di depanku. Tidak berniat lagi melanjutkan lamunanku.
"Boleh tolong penutup jendelanya diturunkan? Saya pingin instirahat."
Aku tidak terlalu memperhatikan wajahnya karena tertutupi selimut. Yang pasti orang yang duduk di sampingku ini dia adalah laki-laki, aku bisa mengenali dari suaranya.