Menuju Titik Nol

Murasaki Okada
Chapter #8

Album Kenangan

Downey, California November 2022

           Lockon melapisi casserole ham keju pemberian salah satu tetangga dengan plastik wrap, kemudian memasukannya ke dalam lemari es. Ia memunguti serbet, gelas, dan piring bekas tamu. Ibu dan bibinya sempat membantu berberes sebelum kedua wanita itu berkata akan menginap di rumah kerabat mereka di Apple Valley. Sedangkan Sinan mohon diri sejak satu jam lalu untuk beristirahat.

           “Hanya sebentar.” Ujar Sinan lelah. “Aku benar-benar butuh berbaring sekarang.” Meski saat itu baru pukul tujuh petang dan matahari belum terbenam.

           Setelah kantong sampah terakhir terikat, Lockon mengangkut kantong-kantong itu lalu menjatuhkannya ke tong sampah di samping garasi. Lockon kemudian keluyuran di rumah itu. Pertama-tama ia menjelajahi aula, sebuah ruangan berukuran cukup besar yang berada di tengah-tengah bangunan, menghubungkan semua ruang di lantai dasar. Pencahayaan di tempat itu buruk, karenanya Lockon dengan cepat berpindah ke ruang keluarga, ruangan di mana nyaris segala hal terpusat.

           Hampir tak ada yang berubah dari rumah itu sejak terakhir kali Lockon datang berkunjung. Hampir lima tahun lalu dan segalanya terlihat masih sama. Furnitur kunonya terbuat dari kayu cemara, dihiasi dengan lapisan pada bagian punggung. Terdapat bagian-bagian yang sudah miring, seolah menunggu untuk diperbaiki. Lantai kayu yang dibalut kertas khusus dari daun murbei rata berwarna putih. Satu-satunya warna yang ada di ruangan itu adalah keberadaan barang-barang pecah belah biru tua dan hijau juga satu set cawan minum teh beserta pocinya.

           Pandangan Lockon terpaku pada barisan pigura di dinding utama yang menampilkan serangkaian peristiwa sejarah dari setiap anggota keluarga, seperti sebuah kaledoskop. Lockon tidak bisa menahan arus pikirannya ketika foto yang menampilkan dirinya dalam seragam football. Hari di mana ia pertama kali bergabung dalam tim football sekolah. Ia juga melihat foto komuni pertamanya di sebuah gereja di Hesperia. Pandangan Lockon lalu pindah pada sebuah foto di malam prom-nya. Seulas senyum terbit di wajahnya manakala memori itu mengambang ke permukaan. Ia saat itu tampak culun dengan setelan jas hitam yang tampak terlalu kebesaran dan dasi yang menggantung aneh. Tidak peduli betapa pun Ariana berkata sepenuh keyakinan bahwa putranya itu terlihat tampan, kenyataannya tak seorang pun gadis yang mengajaknya untuk menjadi pasangan dansa di malam prom.

           Lockon tiba-tiba teringat pada ‘harta karun’ yang disimpan neneknya di atas lemari tinggi. Ia kemudian mengambil sebuah bangku undakan dari lemari linen di seberang aula, berdiri di atasnya dan mengeluarkan kumpulan album foto dari lemari berlaci banyak itu. Lockon meletakkan album-album itu dalam satu tumpukan di lantai, kemudian duduk berselonjor. Sambil membalik-balik halaman yang menguarkan aroma apak itu, Lockon membiarkan dirinya bernostalgia.

“Hai.” Sinan tahu-tahu muncul di ruang tengah. Saat itu ia menjumpai Lockon duduk di lantai dengan sebuah album foto di pangkuan, dan album foto yang lain berserak di lantai dekat kakinya.

           Lelaki itu menoleh. “Hai.” Balas Lockon. Ia tersenyum, lalu memberi isyarat pada Sinan agar duduk di sampingnya. Gadis itu menurut.

           Lockon mengangsurkan album foto pada Sinan yang tadi berada di pangkuannya. Sinan menurunkan tatapan ke deretan foto yang tampak.

           “Ini kamu?” Sinan langsung mengenali sosok anak kecil dalam foto di hadapannya.

           Lockon mengangguk dengan seulas senyum pahit-manis di wajahnya.

           “So cute…berapa umurmu waktu itu?”

           “Kurasa empat tahun.”

           Tangan Sinan bergerak untuk membuka-buka lembaran album itu. Menemukan foto Ariana ketika masih muda. Duduk di sebuah sofa dengan berlusin-lusin balon biru-putih di latar belakang. Itu adalah sebuah perayaan gender reveal party.

           “Perayaanmu?”

           Lockon mengangguk. Tangan Sinan baru saja akan bergerak untuk membuka halaman berikutnya ketika Lockon tahu-tahu bangkit.

           “Tunggu sebentar, aku teringat sesuatu.” Kata Lockon kemudian meninggalkan ruangan itu. Sinan menunggu. Penasaran apa yang akan Lockon lakukan. Ketika kembali lagi, ia membawa sesuatu di kepalan tangan, jadi Sinan menyodorkan tangan. Lockon menjatuhkan sebuah boneka teddy bear seukuran tangannya, berwarna merah menyala.

           “Aku melihat foto boneka ini sekilas, dan teringat nenekku masih menyimpannya.”

           “Kamu dulu bermain boneka?”

           “Tidak, bukan bermain. Aku hanya menggenggamnya saat merasa sangat gugup.”

           “Hmmm, I see.”

Lihat selengkapnya