Menuju Titik Nol

Murasaki Okada
Chapter #15

Libya Dalam Berita

Tripoli, Agustus 2011

           Ragib muncul dari tangga tepat ketika Sinan dan Nawal baru saja akan memasuki apartemen.

           “Aku datang untuk mengecek keadaan kalian.” Ujar Ragib begitu tiba di depan pintu. “Kalau-kalau kalian butuh sesuatu.”

           Nawal melirik Sinan sebentar lalu mengendikkan bahu. “Gadismu baik-baik saja, Ragib. Jika itu yang kamu cemaskan.”

           “Aku serius, Nawal. Aku ingin tahu keadaan kalian.”

           Nawal berdecak. “Ya, kami baik-baik saja, kecuali kenyataan bahwa harga barang-barang di pasar tiba-tiba melambung ke langit.”

           “Ya, Nawal benar. Sejak dua pekan ini entah bagaimana harga-harga di pasar menjadi begitu mahal.” Sinan menimpali.

           “Bayangkan saja, tiba-tiba dibutuhkan pendapatan satu bulan untuk membeli bahan makanan untuk satu minggu. Ini benar-benar gila.” Tambah Nawal sengit.

           “Hmmm, situasinya memang buruk.” Ragib berujar lalu merogoh saku dan menyerahkan beberapa lembar uang pada sang adik. “Kuharap ini cukup membantu untuk sementara.”

           Nawal meraih lembaran uang itu dan beranjak masuk.

           “Apa ini ada kaitannya dengan berita di televisi?” kata Sinan setelah kepergian Nawal.

           “Apa saja yang kamu dengar dari televisi?”

           Gadis itu terdiam sejenak. Dia tidak tahu apakah topik semacam itu aman untuk dibicarakan saat ini. “tentang aksi demonstrasi di Benghazi. Para pengamat politik meyakini kalau gelombang demonstrasi itu akan terus bergerak dan menghantam Tripoli.”

           Ragib menatap Sinan lekat-lekat lalu mengusap wajahnya beberapa kali. “Masuklah, kita bahas soal ini di dalam saja.”

           Gadis itu menurut. Dengan cepat ia melangkah masuk ke apartemen diikuti Ragib di belakangnya.

           “Kamu benar, ini memang ada kaitannya dengan peristiwa di Benghazi beberapa bulan lalu.” Ujar Ragib setelah merapatkan pintu di belakangnya.

           “Apakah buruk?”

           “Aku belum bisa memastikan. Yang jelas kami harus berada dalam posisi siaga.”

           Ketika Ragib mengucapkan kata ‘kami’ entah mengapa perasaan cemas dan tak berdaya dengan cepat menyelimuti hati Sinan. Dia menatap lelaki itu sebentar, lalu melemparkan pandangan ke sudut tertentu ruangan.

Lihat selengkapnya