Sebulan pemulihan, dan sudah tanggal 10 Desember. Akhir tahun ini akan menjadi makin mengerikan bagi Sri. Ia tidak tahu kenapa tubuhnya bertambah lemah. Setelah pingsan itu, ia dirawat dua hari di rumah sakit. Dan dianjurkan untuk tidak melakukan pekerjaan berat. Alhasil, dia memutuskan keluar dari pekerjaannya. Ratna menangis sejadi-jadinya karena ditinggal Sri keluar dari kantor.
Intan, menjenguk Sri di rumahnya, bahkan ia bertemu Damar lagi untuk kali ini dalam suasana berbeda. Ada kecanggungan teramat besar di antara mereka.
“Hai. Terima kasih sudah datang.” Damar menyapa Intan.
“Dengan senang hati. Kau menjaga Sri selama ini?”
“Aku hanya membantu sedikit. Menjemput ibunya Sri di stasiun dan mengantar ke sini saja.”
Damar memasang senyum kaku, ia merasa malu berbicara lagi dengan Intan setelah badai terjadi di antara keduanya. Kini Intan mengehela napas dalam-dalam. Ia duduk di ruang tamu. Sri melangkah perlahan lantas menyerahkan segelas teh panas untuk Intan.
“Terima kasih sudah repot-repot ke sini.” Ujarnya.
“Aku kaget saat tahu kau keluar dari kantormu. Kau tidak pernah ke perpustakaan dalam dua bulan ini. Aku tahu kabarmu justru dari rekan kantormu, siapa namanya, Ratna kalau tidak salah.”
Mendengar Intan menyebut nama Ratna, Damar seketika menjadi lemas dan merasa berdosa. Dia telah mempermainkan dua wanita itu, seakan dirinya tak punya muka lagi. Di sini, bahkan ia tak berkutik karena Intan tampak tenang, mungkin karena menghormati Sri yang masih dalam masa pemulihan setelah dirawat di rumah sakit.
“Oh. Ratna. Dia rekan kerjaku. Aku memang tidak bekerja di sana lagi, ingin istirahat dahulu dari dunia bising dan sibuk itu.” Ucap Sri.
“Bagus. Kau fokus pada kesehatanmu dahulu.”
Kini, mereka pindah ke ruang makan. Di meja paling pinggir, tergeletak koran dalam keadaan terlipat ringkas, koran itu langganan Sri. Damar menyambar lantas membacanya dengan tenang. Gemeresik kertas koran menghiasai ruang makan saat Ibunya Sri muncul membawakan irisan buah pepaya dari kulkas.
Damar memecah obrolan mereka. “Oh. Ini ternyata beritanya.” Ujarnya.
“Ada apa?” Tanya Sri.
“Ini. Kasus Abepura.” Ucap Damar.
“Oh itu. Beberapa hari lalu juga berita-berita TV nasional menyiarkan kasus tersebut, Tragedi Abepura, kasus penyerangan yang dilakukan masa tidak dikenal kepada Mapolsek Abepura.” Intan menimpali.
“Benar. Berakibat satu polisi tewas, serta ada tiga lainnya luka-luka. Kejadian pada 7 Desember 2000.” Damar melipat kembali koran tersebut dengan rapi.