Menunggu Bapak Ramadhan Ini

Kifa Ansu
Chapter #6

Demi Ajeng


"Kalau udah selesai, dilap itu jendela. Biar bersih," titah Lastri sembari menata sayurannya. Perempuan itu hendak berjualan sayur keliling. Hari Minggu begini biasanya akan banyak pembeli. Ibu-ibu yang biasanya kerja, akan masak lebih banyak. Anak-anak libur di rumah, masakan pun jadi harus berbagai menu. Lastri bisa dapat untung lebih banyak dari hari biasa.

 "Nanti Ajeng boleh main gak Bu? Chico ngajak buka puasa di rumahnya."

Lastri masih diam. Wajahnya cemberut. Pusing memikirkan kelakuan Ajeng. Namun, melihat wajah putrinya yang memelas, ia tidak tega. Kasihan juga Ajeng yang kesepian setiap buka puasa hanya bersamanya. Mungkin, sesekali tidak apa membiarkannya buka puasa bersama teman. Chico, bocah blasteran Inggris itu, tampaknya anak yang baik. Walaupun belum tamat Iqro, bacaannya sudah bagus.

"Asal jangan ketemu orang yang namanya Agus, terus kamu panggil Bapak," ucap Lastri ketus.

Ajeng menunduk. Seharian ini dia dihukum Lastri membersihkan seluruh rumah gara-gara kemarin. Untung saja Pak Widodo tidak marah. Meski Ajeng asal menyebutnya sebagai bapak yang dalam artian ayah kandungnya, bukan guru. Lastri sampai malu. Ia meminta maaf berkali-kali. Pak Widodo yang belum menikah itu merasa canggung dan serba salah. 

"Kamu keterlaluan sekali, Jeng. Bisa-bisanya, orang yang belum menikah kamu kira bapakmu. Apa kamu lupa nama bapakmu sendiri? Gak baca nama bapakmu di buku rapor. Wong bapakmu itu Agus Wijayanto. Kok Agus Widodo." Lastri mengomel dengan kecepatan tinggi.

Raut wajah Ajeng memelas. Ia tidak berpikir sejauh itu. Karena terlalu rindu, Pak Widodo mendadak mirip dengan bapaknya. Ajeng juga heran, kalau memang gurunya itu Agus, kenapa ia tak kenal sejak dulu. Bukankah sudah dua tahun guru itu ada di sekolah. Meski, baru ini jadi wali kelasnya. Gadis itu tahu diri. Kesalahannya aneh dan tidak masuk akal. 

Meski samar, Ajeng ingat wajah bapaknya. Pria dengan mata elang dan hidung bulat panjang. Untuk kulitnya Ajeng tidak terlalu ingat. Bisa saja bapaknya sudah menjadi lebih cerah karena tinggal di luar negeri. Pak Wid juga kulitnya cerah, orang suku Lampung asli. Nah kan, sukunya saja sudah beda.

"Kenapa? Baru mikir kalau gurumu itu bukan bapakmu," kata Lastri ketus. 

Tidak ada sahutan dari Ajeng, hanya kepalanya yang mengangguk sambil terus menyapu lantai. Tubuhnya terasa pegal karena beberes seluruh rumah. Lastri memang cukup keras mendidik anak itu. Sebenarnya wajah bapak itu seperti apa? Video call dulu gambarnya tidak jelas. Suara bapaknya juga kurang jernih. Tak banyak yang Ajeng ingat tentang laki-laki pujaannya itu. Kenapa bapaknya merantau jauh sekali? 

"Kalau mau pergi, pintunya kunci. Buka puasa kan masih lama. Sebelum ke rumah Chico mandi dulu. Malu ketemu sama banyak orang kalau bau." 

Lastri berangkat keliling. Sayuran yang dibawanya cukup banyak. Cuaca hari ini tidak terlalu panas. Mungkin langit sedang menghibur Ajeng. Akhir-akhir ini kerinduan membuat gadis itu menjadi linglung.

Lihat selengkapnya