Masa 12 Tahun Lalu
Ruangan praktek Dokter Kandung, mungkin pada masa 12 tahun lalu tidak semodern sekarang. Tapi ruangan praktek begitu sangat bersih dan terjaga sekali, bangsal terasa nyaman bersih dengan wastapel putih pastinya juga kucuran airnya sangat jernih putih dan sejuk sekali.
Senyuman dr. Lidya Sp. Og, sangat menyentuh hati namun selalu memberikan harapan besar pada Saras hanya terbaring diatas bangsal berselimut putih menutupi setengah tubuhnya.
Muali dua tangan dr Lidya, berapa kali di tekannya pada perut Saras waktu itu wajahnya masih sangat muda dan cantik sekali. Sedikit terasa tekanan dua tangan dr Lidya, sampai wajah Saras menahan kerutan.
Hanya terduduk menunggu harap cemas Roky, sekali-kali melirik hentakan tirai warna hijau muda tersenyum padanya, tapi tidak berani berdiri buat melihat langsung kondisi keadaan Saras masih di periksa dr Lidya.
Seragam putih cermerlang, begitu menawan hati bagi siapa yang melihatnya, pastinya akan ingin sekali bercita-cita menjadi Dokter seperti dr Lidya yang begitu bersabar penuh ramah tamah dan halus tutur biacaranya.
"Tapi Dokter? Apa saya bisa hamil dan punya anak?" ragu pertanyaan Saras pada dr Lidya hanya tersenyum saja.
Lalu stetoskop ujungnya berbentuk bulat di rekatkan pada dada bagian kanan dan kirinya Saras masih berharap jawaban dari dr Lidya, bila Saras masihkah bisa punya anak.
Makin ada rasa keraguan makin menyumbat relung hatinya dengan sikap dr Lidya sejak dari tadi yang belum menjawab pertanyaannya.
"Apa yang tidak mungkin terjadi didunia ini, Saras. Kemungkian itu pasti akan terjadi. Apalagi dengan kandunganmu ini. Banyak berharap dan berdoa saja pada Tuhan. Karena berdoa pada Tuhan, adalah obat yang paling baik sekali," hanya itu dan hanya itu saja jawaban dari dr Lidya, setiap Saras periksakan kandungannya.
Tentu saja bikin Saras jadi penasaran dengan keadaan kandungannya, karena sejak lima tahun menikah dengan Roky, dirinya belum di karunia anak.
Terduduk masih diatas bangsal, dua kaki Saras menggantung tidak lantas menghampiri lantai keramik putih, padahal sejak tadi dua sandal teplek warna coklat tua sudah menunggunya.
"Dok, gimana?" tanya Roky siang itu hatinya berharap cemas menunggu jawaban dr Lidya sudah terduduk sambil mengalungkan stetoskop pada lehernya. Kali saja jawaban dr Lidya bisa bikin hatinya Roky makin bangga, dirinya jadi lelaki tulen.
Lirikan senyuman dua mata dr Lidya mengarah pada langkah jalan Saras, dua kakinya mulai terbungkus sandal selop wanita warna coklat muda.
Lalu pasien, yang berharap bisa hamil sudah terduduk disamping Roky sejak tadi masih menunggu cemas jawaban dr Lidya, yang masih belum bicara hanya terlempar senyuman saja.