MENUNTUN CINTA

Aries Supriady
Chapter #8

BAB 8 SAAT ITU DALAM KISAH CINTA

Ini adalah titik awal dari kisah yang akan aku ceritakan bagaimana akhirnya aku bisa menikah dengan Annisa.

Aku ceritakan yah, Anggap saja kalian sedang membaca sebuah novel, dengan sudut pandang aku sendiri sebagai tokohnya, atau boleh kalian anggap Tokoh utama dari ceritaku ini adalah Arman.

Allahu Akbar-Allahu Akbar suara adzan subuh telah berkumandang.

Alam pun ikut menyambut datangnya subuh seraya bertasbih kepada Allah SWT. Tampak seseorang mulai terbangung dan mengucek-ngucekan matanya.

"Astagfirulllah.“

“Ya Allah aku kesiangan sholat subuh.”

 “Wir, Wir bangun wir, subuh wir. Dy,Ardy, ayo bangun."

“Kita sholat berjamaah subuh.”

“Kemudian kami bergegas terburu buru menuju Masjid.”

Arman, Muhammad Arman nama lengkap ku atau sering di panggil Arman, saat itu ia seorang santri Asal Jakarta yang telah lama bermukim di Asrama diwilayah Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi . Aku  merupakan seorang santri yang sangat patuh terhadap para Ustadz dan ustazah serta para guru lainya di madrasah. Tak pernah dalam hidup ku Berkata tidak bila diminta bantuan atau mendapat perintah dari guru. Never Say No itu yang selalu ia ucapkan.

“Wir, Dy tunggu, kita berangkat bareng kesekolah."

(Pagi itu kita telah bersiap siap untuk berangkat kesekolah.)

“Arman antum selalu ajah telat trus”ngapain ajah sih."

“Hehehe biasa Wir, Dy mules- mules.. jadi lama deh di toilet."

“Sorry ya."

Hari itu di sekolah bertepatan dengan kegiatan Peringatan hari besar Islam Maulid Nabi Muhammad SAW. Arman, Ardy dan Wira sebagai siswa kelas dua belas, mendapatkan tugas dari sekolah sebagai pembawa acara. Tilawatil Qur’an dan Penceramah.

FabiiAyyi A’laa Irob bikuma Tukadz zhibann. Ayat Alqur’an itu terlantun begitu indahnya, seluruh siswa terhanyut oleh merdunya pembacaan Al qur’an yang di bacakan oleh Arman. Berulang ulang ayat tersebut dilantunkannya, membuat seluruh hadirin meneteskan air mata.

 “Nikmat manakah lagi yang kau dustakan."

Itu Arti dari potongan ayat tersebut,yang membuat hati setiap yang mendengar menjadi ingat akan dosa-dosa dan nikmat Allah SWT yang tidak di syukuri.

Subhanallah, betapa sempurnanya hamba Allah ini.

Wajah rupawan, baik, tidak sombong, bersahajah, dan dibalut dengan ketaqwaan yang luar biasa.

Hanya Hamba Allah yang bertaqwa lah yang bisa melantunkan Ayat Al Qur’an seindah ini. Terdengar seorang wanita berbisik dalam hatinya memuji Arman.

Annisa, Siswi asal Sumedang tertunduk tak sedikitpun memandang sang pembaca kalam Illahi, sosok bersahaja, manis, dan tidak banyak bicara, itu yang tergambar dari siswi ini. Meski diam bukan berarti pasif, tetapi dibalik diamnya ia diselimuti oleh kecerdikan dan keluasan ilmu pengetahuan yang mumpuni.

Annisa  selalu ditemani oleh dua wanita sahabat karibnya bernama  Rahmah dan  Widi. Persahabatan mereka telah terjalin dengan erat semasa mereka mulai masuk kedalam Pondok.

Hai Nis, kok nunduk ajah sih tadi, pas waktu pembacaan Kalam Illahi.

“Itu Arman loh.”

“Orang yang sering jadi pembicaraan para santriyat, Pinter ngaji, ganteng, orangnya baik lagi.”

“Fitri mulai membuka percakapan.“

“Bukan begitu fit.”

“Tujuan aku datang kesini untuk menuntut ilmu tak mungkinlah aku berurusan dengan hal – hal sepele itu.”

"Ah kamu Nis solehah banget sih."

Gadis seumuran kita tuh wajarlah menyimpan suka pada seseorang, asal jangan sampai pacaran atau berbuat maksiat, hehehe.

(Ujar Widi menimpali ucapan Annisa.)

"Sudah – sudah tak pantas kita ngomongin kaya gitu.“

Hari mulai siang, cuaca terik panas sayang ngat terasa di sekitar alun-alun kecamatan Cicurug, seperti biasa dan yang telah terbiasa Arman, bersama dengan kedua temannya Wira dan Ardy sedang asyiknya menikmati bakso mas Dul, bersenda gurau dengan sedikit terdengar tawa.

 Tanpa disadari terdengar suara.

“Mas Baksonya tiga yah.”

“Sambalnya di pisah, suara lembut itu seketika membuat Arman terdiam seribu bahasa."

 “Ada apa Man, Wira mulai bertanya.”

“Suara itu Wir, sepertinya saya kenal, suara yang penuh kelembutan dan kecerdasan dari seorang wanita, hehehe.“

“Ah antum kalau udah mulai berpuitis bisa aja Man.“

Sementara Ardy dengan khusyuknya menikmati hidangan bakso itu.

“Man, itu Man.“

 Apa sih Wir, itu Mad, itu Annisa  , fitri dan Widi ada di depan kita.

“Cantik yah Man, Annisa  itu.”

Wir, cukup Wir, tundukkan pandanganmu.

“Tak pantas kamu memandang wanita seperti itu.”

 “Dosa, iya Man maaf, bukan pada saya, tetapi pada Allah SWT.”

“Istigfarlah Wir.”

 Perbincangan itu rupanya terdengar oleh Annisa  dan kawan – kawannya. Annisa  tampak tersipu malu dan memerah pipinya. Tapi ia hanya diam dan tak berkata apa pun, meski keduanya temannya sesedikit mengejek.

Lihat selengkapnya