Aku adalah seorang pendidik, setelah pernikahanku dengan Annisa aku lebih memilih menjadi seorang pengajar honorer disekolah swasta. Disamping dengan hobiku sebagai seorang penulis dan motovator.
Aku sepakat pelangi itu indah karena warnanya, begitu pula dengan romansa pendidikan yang kian menantang dari hari ke hari, sebagai pendidik kita tentunya ribuan variasi suka dan duka dalam membina peserta didik telah kita lalui.
Benarlah ungkapan itu menuturkan keindahannya, guru terbaik adalah pengalaman. Seperti safana terluas dengan hamparan rumput yang hijau. Begitu pun kami sebagai pendidik penuh dengan pengalaman -pengalaman yang telah kita lalui, menjadikan Pembelajaran berharga untuk terus membimbing generasi Penerus bangsa ini untuk terus menjadi lebih baik.
Tertanggal, 16 - 28 Maret 2020, peserta didik disarankan belajar dirumah. Dengan Pembelajaran online, guna antisipasi penyebaran virus Corona yang semakin mewabah. Bagaimana dengan kami pendidik, kami Pendidik masih tetap kesekolah, karena guru tak boleh libur untuk terus ada melayani kepentingan peserta didik, meski lewat Pembelajaran jarak jauh. kami tetap antusias untuk terus memberikan pendidikan kepada peserta didik.
"Bapak ibu guru kok masih kesekolah. Apa tidak takut Corona?”
“Siswa belajar dirumah, pekerja bekerja dirumah (homework).”
“Tapi bapak ibu guru tetap kesekolah, Corona tidak dapat menyentuh bapak ibu guru yah?”
Pertanyaan itu beberapa kali muncul ketika saya akan berangkat kesekolah, dan saya jawab dengan candaan ringan, Insya Allah, Allah masih melindungi kita, dan kita pun tetap waspada.
Oh, izinkanlah kami senantiasa Mendekap kalian wahai Para peserta didik, di hening nya malam dikala Semesta bertasbih. Sebanyak apapun rintangan untuk mencerdaskan kalian, Insya Allah akan selalu kami lalui. Doa kami untuk kalian generasi bangsa yang hebat bermartabat.
Itulah yang selalu aku panjatkan bersama dengan rekan–rekanku di kala pandemic ini melanda. Tak hanya itu kami pun memberikan apresiasi kepada para dokter dan perawat sebagai garda terdepan di kala pandemic ini melanda. Kami memanggilnya dengan sebutan, BIDADARI DAN LELAKI BERBUSANA PUTIH. (Sebuah Apresiasi untuk para dokter, perawat, apoteker, dan semua pejuangmelawan covid-19.)
Akupun menulis cerita singkat sebagai apresiasi untuk mereka. Tersampaikan kalimat haru, syarat akan diksi yang terpenuhi makna, cinta dari segala cinta, rindu dari setiap rindu, gundah dari goresan hari, tinggalkan keegoisan hati dari dalam setiap belahan jiwa yang terpatri dari setiap keinginan. Berjalan terus tanpa henti tak terbelenggu di senar alam yang kian hari makin mencekam.
Beranda bangsa telah mengisyaratkan duka dalam setiap layout paparan dengungnya. Aku harap dapat dimengerti ceritaku ini, walau belum terderkripsikan alur yang akan aku narasikan tentang para bidadari yang berbusana putih dan ratusan panglima berjubah putih pula.
ketahuilah tiada aku dustai, detik demi detik telah kuhitung waktu berlalu dengan tertatih, berpijak menyerat setiap langkah dengan dibubuhi tangis dan ribuan motivasi, demi selaksa kearifan dan kebahagiaan para penghuni dunia yang disebut dengan manusia.
Ini masih bukan puisi dan tidak juga esai, karena ceritaku ini tampak nyata dengan berbagai opini yang mungkin telah tersaksikan oleh jutaan umat manusia dan dari sedikit sebagian manusia itu telah pergi untuk selamanya. Tertidur lelap, abadi bertemankan gelap gulita tanpa cahaya menerangi. Yah tak ada cahaya kecuali cahaya dari setiap amal perbuatan yang ia lakukan semasa hidupnya.
Kemarilah, ada yang ingin aku sampaikan, rintik hujan itu berbisik lirih seakan ia berada sepuluh sentimeter dari telingaku. Dekat sangat dekat, maka kemarilah terus mendekat aku akan memulai menceritakan kisah dari para bidadari berbusana putih itu dan juga para panglima yang bebusana sama pula.
Cepat, cepatlah duduk disampingku untuk menyimak tulisan ini, agar kisah ini benar adanya tanpa kebohongan dan rekayasa duniawi seperti para janji manusia–manusia yang menganggap dirinya bersih saat riuh gemulai mengkampanyekan dirinya untuk menjadi pelindung rakyat.
Baik, simaklah dengan seksama namun tak dengan tempo yang sesingkat – singkatnya agar kau dapat menjiwai dari setiap goresan diksi yang akan aku paparkan. Senandungku hanya untuk mencurahkan kegelisahan diri dari kejadian saat ini.
Aku mulai dari sebuah sajak yang aku beri judul TAHTA MAHKOTA UNTUK BANGSA.
Resapi, pahami dan nikmatilah alurnya.
TAHTA MAHKOTA UNTUK BANGSA
Telah ku resapi inginmu tanda tanya.
Dan telah ku hayati lirih pilu irama mu tanda koma.
Oh, kau melupakan ku.
Tanda kutip yang selalu biaskan duka dari keduanya.
Aku saksikan juga pernyataan kau tanda titik.
Kau yang telah menghentikan metafora.
Majaskan hipebola di kerumunan diksi.
Dan kaki yang terseret tanpa tanya itu telah melebur.
Menggantikan beranda bait menjadi paragraf untuk kita lanjutkan.
Nafas ini selalu hembuskan doa untuk kalian.
Bidadari – bidadari berbaju putih.
Dan para panglima – panglima berjubah APD.
Semesta bertasbih disetiap langkah dan tetesan keringat kalian.
Bergelut tak kenal kompromi dan lelah.
Tak terpatri kata
Aku Lelah.
Aku ngantuk.
Aku bosan.