Menutup Diri

Rida nurtias
Chapter #3

2. Bayangan tak kunjung pergi

Sepanjang jalan, Raflesia mendengarkan musik menggunakan headseat. Salah satu kesukaannya ketika pulang kuliah mendengarkan lagu dalam perjalanan. Tatapannya berhenti di lampu merah jalan layang. Terlihat seseorang sambil memangku gitar, namun ia tidak bisa melihat wajah pria tersebut. sebab posisinya memunggungi. Raflesia hanya bisa melihat gagang gitar dan punggung cowok itu.

Terdapat tiga anak kecil duduk di depan cowok itu. Tanpa henti Raflesia melihat lelaki  tersebut sedang duduk di tanah merah tanpa alas. Raflesia menepuk pundak Gery. ‘’lihat, deh!’’

‘’lihat, apa?!’’ seru Gery dengan suara sedikit keras, karena mulutnya terhalang masker.

‘’itu, di bawah jalan layang. Mereka terlihat bahagia banget, ya? Kaya nggak ada beban hidup.’’

Gery mengikuti ucapan Raflesia, ia ikut menoleh, melihat apa yang Raflesia maksud. ‘’dibalik senyuman, mereka menahan lapar, memikirkan nanti malam tidur di mana,’’ timpalnya.

Raflesia membenarkan ucapan Gery. Tanpa henti ia menatap ke arah yang sama, kedua bola matanya tertuju pada pria sedang memainkan gitar. Walaupun ia tidak bisa mendengarkan judul lagu yang dimainkan pria tersebut namun terlihat tiga anak kecil terlihat Bahagia dari cara mereka tertawa.

 

Setelah menghibur teman kecilnya. Ia memutuskan pulang. Dalam perjalanan, Lagi-lagi Zakra merasakan sesak tepat pada bagian dadanya. Bayangan dua tahun berlalu tanpa henti mengikuti kemanapun kakinya melangkah. Suara sirine polisi, kilatan cahaya berasal dari kamera dan berbagai pertanyaan terlontar dari para wartawan. Rasa sesak semakin terasa. Rongga di dalam dada tidak dapat menerima udara. Zakra memejamkan mata, buliran keringat memenuhi area wajahnya hingga mengalir ke leher jenjangnya. Ragil berniat menghampiri Zakra. seketika bola mata membulat secara sempurna. Melihat tubuh Zakra meringkuk di atas aspal. Ragil berlari menghampiri Zakra dalam posisi tiduran di atas jalanan dengan wajah penuh keringat sambil berguman tidak jelas. ‘’lo kenapa anjir!’’ tidak ada balasan. Dengan wajah khawatirnya, Ragil membantu Zakra bangkit.

Zakra berusaha mengatur deru napas seperti habis lari. Karena bingung, Ragil kembali -bertanya, ‘’Zak, lo kenapa?’’ pertanyaan yang Ragil lontarkan semakin banyak setelah melihat wajah Zakra pucat. ‘’lo sakit? Lo kenapa? Jawab!!! jangan bikin gue panik!!!’’

Zakra menatap Ragil. Membuat tubuh Ragil diam. Tatapan Zakra terlihat memendam sesuatu, bukan tatapan dingin melainkan rasa yang tersembunyi...

Lihat selengkapnya