Tidak ada makanan, persediaan bulanan habis. Hanya tinggal tersisa mie instan. Raflesia membuka pintu kulkas. ‘’serius habis semua?’’ tanyanya pada diri sendiri.
Dengan langkahan berat, ia ambil kunci motor di dalam nakas samping tempat tidur. Tak lupa mengambil masker warna hitam polos. Sebenarnya, Raflesia malas keluar. Apalagi, setelah hujan. Hawa malas gerak semakin terasa. Sebelum memutar daun pintu, ia buka dompet terlebih dahulu. ‘’aman.’’ Menjadi anak kos harus pintar masalah keuangan dan makanan persediaan paling sering mie instan. Namun Raflesia tak selalu makan mie instan karena untuk kesehatan tidak baik.
Sudah sepuluh menit Raflesia memutari daerah kos-kosan mencari makanan. Biasanya, di dekat Indomart terdapat bakso, ketoprak maupun gado-gado namun kali ini tidak ada sama sekali. Mungkin karena hujan jadi sepi.
Raflesia tersenyum lebar setelah melihat warteg di sebrang jalan. Tanpa berpikir panjang, ia langsung menyebrang. Ia parkirkan motor lalu masuk ke dalam warteg tersebut.
‘’Bu, orak-arik tempe. Telor balado sama cap kangkung ya,’’ kata Raflesia sambil menempelkan bokongya di kursi kayu memanjang.
‘’minumnya?’’ balas si pejual.
‘’es teh manis.’’
Sambal menunggu pesanan datang, Raflesia melihat sekeliling. Tak jauh dari posisinya saat ini. Terlihat pria yang tidak asing sedang makan tak jauh dari jangkaunnya. tanpa rasa takut akan mendapatkan respon tidak enak, Raflesia menghampirinya. ‘’ketemu lagi kita,’’ sapa Raflesia.
Zakra tidak menoleh, es teh manis berada di depannya lebih menarik untuk di pandang.
Tanpa menyerah, Raflesia mengajak berbicara lagi, ‘’rumah lo di sini juga?’’ kemudian terkekeh sendiri. ‘’aduh, gue kepo banget jadi orang.’’ lalu menggaruk tengkuk leher
Zakra mengeluarkan dompet. ‘’berapa, Bu?’’
‘’dua belas ribu, Mas.’’
Setelah membayar, Zakra langsung keluar melangkah tanpa membalas ucapan Raflesia. Ucapan wanita itu bagaikan angin berlalu, tidak perlu di balas. Cukup dibiarkan begitu saja.