Setiap orang memiliki cara masing-masing menutupi apa yang ia alami. Ada yang bercerita secara terang-terangan bahwa dirinya dalam keadaan tidak baik-baik saja, karena salah satu cara meringankan beban dengan curhat kepada orang yang terpercaya. Ada juga memilih untuk bungkam, baginya lebih baik diam, menikmati kesedihan dalam kesendirian. Biarkan orang lain hanya tahu bahwa apa yang mereka lihat baik-baik saja. Hanya kebahagiaan dan kehagiaan.
Raflesia mengambil beberapa obat tablet dari dalam laci nakas. Ternyata, Gery mengajak makan siang ada manfaatnya sehingga ketika ia pulang tidak harus makan. Bisa langsung minum obat lalu istirahat.
Dirinya telah mengonsumsi obat tidur. Raflesia belum pernah menceritakan hal ini kepada orang terdekat termasuk keluarga maupun teman kampus. Ini semua berawal setelah lulus SMA. Ia selalu merasa bahwa hidupnya tidak berkembang. Setelah lulus SMA, Raflesia tidak langsung kuliah, melainkan istirahat setahun. Dan selama setahun, rasa tidak percaya diri mulai menggerogoti jiwanya sendiri.
Setiap kali Raflesia membuka social medianya, ia hanya bisa mendesah pelan. Teman dekatnya sudah maju. sedangkan dirinya? Hanya berdiam diri. Pernah, beberapa kali mencoba mengirim lamaran kerja melalui e-mail ke berbagai tempat. Namun, satu pun tidak ada respon. Dirinya tidak menyalahkan kedua orang tuanya, Raflesia sangat mengerti kondisi ke dua orangtuanya apalagi ia hanya sebagai anak angkat.
Setiap kali lupa minum obat, dadanya merasa sakit dan sesak. Keringat menutupi area wajah dan tubuhnya. Yang Raflesia lakukan hanya mengeram, menahan rasa sakit.
‘’kapan gue nggak tergantungan sama obat sialan ini?’’ tanyanya tertawa kecil. ‘’lo nggak cape, Fle? Berusaha terlihat baik-baik, aja? Topeng yang lo pakai aja bosan sama muka lo,’’ lanjutnya mengomentari diri sendiri, menganggap bahwa saat ini ada yang bisa diajak berbicara.
Ragil bersiap-siap menutup bengkel. Sebagai orang terpercaya oleh atasan membuat dirinya harus pintar menerima karyawan baru.
Dulu pernah karyawan baru mengambil peralatan bengkel seperti obeng, palu, dongkrakan. Dan itu baru ketahuan ketika Zakra tidak sengaja melihat si pelaku mengambil saat jam istirahat. Terkadang, Ragil merasa bersyukur karena Zakra memiliki sifat cuek dan lebih banyak diam, membuat dirinya dapat merahasiakan hal tersebut kepada rekan kerja lainnya hingga si pelaku tak tercoreng Namanya.
Ragil matikan lampu terlebih dahulu, tinggal lampu depan yang masih menyala. Ia terlonjak kaget, Zakra datang secara tiba-tiba dengan berpakaian jaket hitam beserta kupluk di kepalanya. ‘’sekali lagi lo datang dadakan, jangan salahin kalau gue nabok lo!’’
‘’lebay,’’ timpal Zakra. ‘’gue tidur di sini, ya?’’ lanjutnya.
‘’hah? Lo berani?’’ setiap ruangan pasti memiliki penunggu, kan? Di sini juga ada, bukan hanya Ragil saja yang pernah lihat. Namun rekan kerjanya pun juga pernah lihat dengan penampakan yang sama.
Zakra diam sejenak, ia lupa satu hal bahwa di sini lumayan horror. Tanpa menjawab ucapan Ragil, ia langsung berbalik badan. Meninggalkan bengkel terlebih dahulu.
Ragil tak bisa menahan ketawa, seketika langsung ketawa keras. Melihat perubahan ekspresi wajah Zakra berubah tegang kemudian pucat. Ketawanya secara perlahan berhenti, setelah terdengar suara langkahan kaki dari belakang. Hanya tinggal dirinya sendiri di sini, yang lain sudah pulang.
‘’jangan iseng, woy!’’ serunya.
####