Menutup Diri

Rida nurtias
Chapter #11

10. Mengikis jarak

Gery merasa tidak dianggap kehadirannya, mengehentakan kaki. Tidak seperti biasanya Raflesia lebih asik mein ponsel dan anehnya senyum-senyum sendiri. Hal itu membuat Gery sedikit penasaran. ‘’chat sama siapa, sih?’’

Raflesia menghiraukan pertanyaan darinya, rasa kesal semakin bertambah. Gery pejamkan mata sejenak lalu bangkit dari kursi. Saat ini mereka berada di kursi taman depan kampus, tempat paling nyaman mengerjakan tugas maupun tempat bercakap. Yang membuat orang lain betah termasuk Raflesia dan Zakra. Taman ini terdapat pohon beringin pada bagian tengah dikelilingi bunga berbagai jenis dan warna, tak lupa diberi pembatas di pinggirnya,

‘’gue ke kantin.’’

Ia baru menyadari karena terlalu asik saling bertukar pesan bersama Ragil membuat ia melupakan Gery. Raflesia pegang pergelangan tangan pria tersebut. ‘’eh, jangan pergi dong.’’

‘’ya, lo diamin gue,’’ balasnya ketus.

Raflesia tersenyum tipis. ‘’bisa ngambek juga?’’

‘’bisa, lah!’’

Raflesia semakin tidak bisa menahan tawa. Ia masukan ponsel ke dalam kantung celana. ‘’yaudah gue ikut. Jangan ngambek.’’

Terkadang Gery tidak tahu harus melakukan apalagi agar temannya yang ia sukai dari awal perkenalan. dia tidak peka atau mungkin sebenarnya Raflesia menyadari dari perlakuan Gery kepadanya. Ya…Gery menyukai gadis itu, bahkan lebih dari kata suka. Rasa yang semakin bertambah hingga ke tahap cinta namun tak mampu mengucapkan kata hanya bisa memendam rasa. Hal yang menyakitkan, mencintai teman sendiri. Bila ia mengutarakan apa yang ia rasakan, ada dua kemungkinan jawaban. Diterima dan ditolak kemudian pertemanan tidak se asik seperti awal. Hal tersebut membuat Gery lebih baik diam daripada kehilangan. Gery memilih bungkam sebab dirinya tak sanggup harus kehilangan Raflesia. Cukup hatinya saja yang tersakiti karena cinta, yang terpenting ia masih bisa berbicara ber dua bersama Raflesia, melakukan selayaknya teman.

Raflesia menepuk pundak Gery. ‘’malah bengong, katanya mau ke kantin.’’

‘’gue masih ngambek,’’balasnya langsung pergi meninggakan gadis itu yang sedang menahan ketawa.

 

Suasana kantin tidak terlalu ramai, di sini menyediakan menu makan cukup lengkap. Terdapat ketoprak, gado-gado, nasi goreng, nasi uduk, ayam bakar, ayam penyet, dan masih banyak lagi. Hargapun terjangkau, namun bagi Raflesia yang dirinya sebagai anak kos. Harga dua puluh ribu sangat sayang hanya untuk makan sekali. Dan setiap kali ke kantin, terkadang Gery mentraktir makanan maupun minuman. Seperti saat ini, tiba-tiba Gery membawa nampan berisi dua porsi ayam panggang. ‘’kan, kebiasaan nggak bilang dulu,’’ dengusnya sambil membantu Gery meletakan piring ke atas meja.

‘’belum makan kan, lo?’’

‘’kok, tahu?’’ padahal ia tidak bilang belum makan sebelum ke kampus.

‘’tadi cacing-cacing di perut lo lagi kondangan, suara dangdutan sampai

 kedengeran banget.’’

Fix, Raflesia menahan rasa malu. Untuk mengalihkan rasa malu, ia meneguk

Lihat selengkapnya