Ragil hanya bisa diam, enggan menganggu Zakra sedang termenung, pikirannya berkelana ke masa lalu. Ia tidak ingin menanyakan kelanjutan dari kisah pria itu. Karena dirinya pun tahu membuka lembaran masa telah usang sangat menyakitkan. Zakra menikmati terpaan angin hingga menembus pori-pori. Hari semakin sore namun kali ini tidak ada senja. Hanya terdapat burung-burung kecil menghiasi langit biru sedikit meredup yang akan tergantikan langit hitam. Alam pun tahu bahwa terdapat Pria sedang terpaku di dalam masa lalu. Walaupun telah terlewati namun jiwanya belum bisa pergi ke hari berikutnya. Alam tidak ingin menganggu kesunyian Zakra, cukup sekelompok burung menghibur pria tersebut.
‘’hal yang tak pernah terbayang pun terjadi. semua barang di sita. Dari rumah hingga se isinya. Termasuk motor gue yang gue beli sendiri dari hasil tabungan,’’ lanjut Zakra dengan nada semakin rendah nyaris tak terdengar.
Ragil mendengarkan semua ucapan Zakra, tatapannya memandang lurus ke atas, melihat sekelompok burung melebarkan sayapnya, menyapu langit secara perlahan mulai gelap. ‘’gue tahu pasti apa yang lo rasakan saat ini sakit, kan? bukannya gue langsung potong curhatan lo. Tapi langsung ke inti aja, gue nggak mau semakin lo certain semuanya ke gue bukannya bikin perasan lo lega melainkan semakin membekas luka yang lama.’’
Zakra tercengang, Cowok tipe Ragil bila diajak ngobrol selalu bercanda bisa mengeluarkan kalimat seperti itu?
‘’iya, lo benar.’’
‘’karena dengan cara lo mengingat kenangan, yang gue tangkap dari sikap lo sekarang bukannya perasaan nyaman seperti menghirup udara segar, melainkan seperti terperangkap di tempat kecil tanpa celah udara.’’
Zakra tersenyum tipis, apa yang dikatakan Ragil sangat tepat tanpa meleset. Bukan dendam. dirinya sama sekali tidak dendam. Hatinya hanya terluka, kecewa, semua menjadi satu hingga Jiwanya menetapkan bahwa setelah mengalami kejadian itu. ia tidak mempercayai ucapan orang lain. cukup masa lalu yang terluka. Jangan ke dua kalinya.
Sebelum membahas semua kenangan itu, Zakra menatap Ragil. ‘’jangan kasih tahu ke siapa pun tentang gue. Cukup lo aja sama gue yang tahu hal ini.’’ Zakra tidak mau siapapun mengetahui hal ini selain Ragil. Sebab, orang lain tidak berhak masuk ke dalam kehidupannya.
Ragil membalas melalui senyuman tulus.
Zakra mendesah kasar, rasa sesak di dalam rongga dada semakin menjalar. ‘’setelah Ayah gue masuk penjara, Bunda gue di rawat terus semuanya barang disita tanpa penjelasan. Ayah gue nggak bisa minta tolong pengacara melalui jalur hukum. Karena sebelum itu terjadi—’’ sungguh, bagian ini dirinya tak mampu melanjutkan ucapannya. Tetesan air mata jatuh tanpa rencana. Zakra mengepalkan tangan, menahan isakan tangisan. ‘’Ayah gue ditemukan bunuh diri di dalam beruji besi.’’ Seketika tenggorokan mengering. Dadanya sakit, seperti tertancap ribuan pisau.
Wajah Ragil langsung kaku, hatinya ikut menangis. Kini ia tahu dibalik sikap Zakra benar-benar menutup diri dari semua orang tanpa memandang itu siapa. Kini ia tahu, bahwa masa lalu bisa mengubah sikap orang itu sendiri. Bagaimana bisa? Pria itu menghadapi semuanya dalam kebisuan, tanpa melibatkan orang lain? Memilih untuk menutup diri? semua masalahnya dianggap seperti permainan lempengan Puzzle anak kecil mudah dipecahkan. Bahkan…dirinya pun tidak yakin bisa berada di posisi Zakra, apa ia sanggup melakukan itu semua tanpa bantuan orang lain…
Dengan nada hati-hati, takut salah bicara, Ragil bertanya, ‘’teman-teman lo… ke mana?’’
Ekspresi Zakra terlihat datar kembali. Sorotan mata tidak bisa dibohongi bahwa dirinya masih kecewa. ‘’hilang, seperti tidak pernah terjadi. Hanya tinggal gue sendiri. Mereka semua menyibukan diri tanpa mengulurkan tangan.’’
Langit telah berubah menjadi hitam, wangi aroma hujan akan datang memasuki pernapasan.‘’ bahkan bertanya saja tidak. Gue benar-benar bangkit tanpa bantuan Orang lain.’’