Gery memandang layar persegi panjang sedang berada di genggamannya. Dengan mata sayu, ia menatap foto ber dua bersama Raflesia. Ia ingat sekali foto itu di ambil ketika menghadiri acara seminar di daerah Jakarta Pusat. Sekilas sudut bibir Gery ketarik hingga membentuk senyuman. Bila diingat, dirinya dan Raflesia jarang sekali foto ber dua. Karena Gadis itu tidak terlalu suka wajahnya berhadapan dengan kamera.
Gery meletakan ponsel di samping kepala. Dengan tubuh terlentang, ia mendesah pelan. Kenapa rasa ini tak kunjung pergi? Kenapa rasa ini betah berlama-lama di dalam hati? Apa dirinya bisa? Merelakan Raflesia secara perlahan?
Ingin sekali Gery mendapatkan jawaban dari pertanyaan nya sendiri perihal Cinta. Namun sayangnya jawaban yang ia cari tak kunjung datang. Melainkan rasa semakin membesar. Gery membuka matanya sempat terpejam beberapa detik. lalu mejangkau kembali ponsel pintarnya. Kemudian mengetik sesuatu.
Gery: bisa ketemuan?
Setelah pesan terkirim. Gery menertawakan dirinya sendiri. kejadian tadi Sore melihat Zakra menjemput Raflesia membuat dirinya tidak yakin pesannya mendapatkan balasan. Gery menatap layer secara terus menerus membuat rasa tidak sabar memutuskan untuk ke Kosan Gadis tersebut tanpa memikirkan ada atau tidaknya kehadiran Raflesia.
Gery menurunkan standar kemudian membuka helm lalu ia letakan pada kaca spion. Dengan satu helaan napas panjang. Gery membuka pagar. terkadang ia heran melihat suasana Kosan Raflesia sangat sepi, apa temannya itu tidak merasa bosan? Dan seingatnya Raflesia tidak memiliki hubungan dekat dengan teman di tempat tinggalnya.
Gery mengetuk sebanyak lima kali. Pada ketukan terakhir, ia mengetuk sedikit lebih keras sebab tidak mendapatkan jawaban. Gery melihat sekitar. Ke dua bola matanya melihat Ibu-ibu yang sedang menjemur baju pada tali tambang yang di ikat antara dua pohon. Tanpa rasa ragu, Ia menghampiri ibu tersebut. ‘’permisi, Bu. Maaf saya mau tanya. Penghuni Kosan di depan Ibu lihat tidak?’’
Ibu tersebut diam sejenak karena terpaku melihat wajah tampan Gery. ‘’Bu,’’ ujar Gery kemabali.
‘’tadi tanya apa, ya?’’
Gery tersenyum tipis lalu mengulang pertayaannya kembali. ‘’Ibu lihat penghuni kosan di depan?’’
Ibu yang hanya menggunakan daster motif bunga-bungan terlihat tidak mengerti apa yang Gery tanyakan. ‘’yang kos di situ banyak, Mas.’’
Gery tersenyum kikuk. Pantesan saja Ibu ini terlihat bingung. ‘’rambut panjang Bu. Yang sering naik motor Beat. Kosannya di situ.’’ Gery menunjukan pintu kosan Raflesia.
Ibu itu mengangguk paham. ‘’Raplesia?’’ balasnya dengan memanggil Raflesia tapi Raplesia.