Pukul 13.00
Masih di dalam Kelas 8-IPA.
“Anak-anak, hari ini ibu akan menjelaskan tentang sistem reproduksi pada manusia,” ucap seorang guru dengan nada tenang, mengawali pelajaran Biologi di hadapan murid-muridnya.
Di sudut kelas, Arien menggerutu pelan, “Menyebalkan…”
Dari bangku sebelahnya, Arza melirik saudari perempuannya yang tampak tidak tertarik dengan pelajaran. “Hei, bukankah sebentar lagi kita akan menghadapi ujian? Setidaknya, berusahalah fokus, Arien!” bisiknya, mencoba mengingatkan.
“Diamlah,” balas Arien dengan malas, tanpa memandangnya. Ia tampak lebih tertarik untuk bersandar di meja dan melanjutkan tidur siangnya.
Arza hanya bisa tersenyum tipis melihat kelakuan kekanak-kanakan kakaknya. ‘Dasar tukang tidur,’ batinnya sambil menggeleng pelan. Meski kesal, ia tidak tega membangunkannya. Melihat Arien yang tampak lelah, Arza memutuskan untuk tidak mengganggu tidurnya.
Dengan hati-hati, Arza membuka bukunya dan mencatat dengan teliti penjelasan guru di papan tulis. Di setiap halaman, ia menuliskan detail pelajaran yang sedang berlangsung. Saat Arien nanti bangun, Arza akan memberikannya catatan itu—agar kakaknya tetap bisa mengejar pelajaran meskipun tertidur saat kelas berlangsung.
Dua jam telah berlalu, dan Arien masih tertidur pulas di meja kesayangannya. Wajahnya yang menghadap lurus ke arah jendela, sementara rambut hitam-merahnya yang tergerai menutupi sebagian pipi chubbynya, tampak begitu tenang. Entah dari mana datangnya, hembusan angin lembut menyelinap ke dalam kelas, membuat suasana semakin damai. Di bawah sinar matahari yang menyusup melalui celah tirai, wajah Arien tampak bercahaya, begitu cantik saat ia tengah terpejam.
Arza, yang duduk di sebelahnya, diam-diam mengamati wajah kakaknya, namun ada sesuatu yang membuat Arza tak bisa mengalihkan pandangannya. Mata Arien tertutup rapat, napasnya tenang, dan bibir merahnya sedikit terbuka.
Namun, tiba-tiba ia menyadari sesuatu yang membuatnya tersenyum geli. Dari sudut bibir Arien, mengalir cairan bening—air liur yang perlahan-lahan menetes ke dagu kecilnya, seperti air terjun kecil yang membasahi permukaan kulit halusnya.
Arza menahan tawa, namun tetap merasa tak tega untuk membangunkan Arien dari tidurnya. ‘Dasar, selalu saja seperti ini,’ pikirnya sambil menghela napas, tapi tetap menatap Arien dengan kasih sayang. Ia tahu, meskipun kelihatan cuek dan suka tidur di kelas, Arien adalah kakak yang berharga baginya.
"Bulu mata lentik, hidung dan bibir mungil yang" Arza terhenti dan tak bisa melanjutkan dialognya. Jantungnya terus berdegup dengan kencang, kecepatan aliran darahnya langsung melonjak drastis, sesak dan sesak di paru-parunya membuat beberapa anggota tubuhnya merasakan adanya sakit yang luar biasa. Entah sejak kapan hormon testosteron dalam tubuhnya semakin mempengaruhi cara berpikirnya.
Penglihatannya sedikit kabur dan terus tertuju ke bibir merah Arien. "Ada apa denganku?" terasa kencang dan kencang hingga keringat dingin ini mengalir menuju pori-pori kulitnya. 'Mungkinkah ini?!'
Arza kemudian mencoba mengalihkan pandangannya dan mencoba fokus pada buku pelajaran yang saat ini ia pegang.
Seorang guru yang berparas cantik menyampaikan dengan jelas bahwa sistem reproduksi manusia termasuk dalam kategori reproduksi seksual. Dia menjelaskan bahwa reproduksi ini terjadi melalui proses pertemuan antara gamet jantan, yaitu sperma, dan gamet betina, yaitu ovum. Proses ini menghasilkan individu baru melalui pembuahan atau fertilisasi, yang akhirnya membentuk zigot.
Arza merasa frustrasi, menggigit jarinya dalam upaya menahan diri. Bagaimana mungkin dia bisa berkonsentrasi ketika topik yang sedang dibahas mengingatkannya pada pikiran-pikiran mesum yang selalu ia coba hindari?