MENYELAMATKANMU

Saya seani
Chapter #14

Chapter 11

Sebelumnya:

Remaja bertubuh kurus dengan kulit pucat itu melangkah perlahan memasuki sebuah ruangan kosong yang sunyi. Cahaya matahari yang redup menembus celah jendela, menerangi debu-debu halus yang melayang di udara. Langkahnya terhenti di depan sebuah meja kecil di sudut ruangan, di mana sebuah bingkai foto terpajang rapi.

Dengan perasaan murung dan penuh kecemasan, Ghali Reemar menatap bingkai foto tersebut. Ukurannya tidak besar, hanya sekitar 12,7 x 17,8 cm atau setara dengan 5 x 7 inci, tetapi foto itu memancarkan begitu banyak kenangan. Potret keluarga yang diambil lima tahun lalu itu memperlihatkan seorang wanita dengan senyuman lembut—sosok yang kini hanya menjadi bagian dari masa lalunya.

“Ibu...” bisiknya, hampir tak terdengar, tapi penuh beban emosi.

Ghali meraih bingkai itu dengan kedua tangannya yang gemetar, lalu memeluknya erat di dada. Air matanya mengalir deras, membasahi pipi pucatnya. Kelopak matanya sembab, menandakan berapa lama ia telah menangis. Wajahnya semakin memucat, mencerminkan rasa kehilangan yang begitu mendalam.

Kenangan bersama ibunya berkelebat di benaknya, membuat dadanya terasa semakin sesak. “Kenapa kau pergi? Aku butuh kau, Ibu...” gumamnya di tengah isak tangisnya.

Depresi dan kerinduannya terhadap sosok sang ibu jelas tergambar di wajahnya. Dalam kesunyian ruangan itu, Ghali seperti tenggelam dalam kesedihan yang tidak berujung, seolah dunia telah kehilangan warnanya sejak kepergian wanita yang paling berarti dalam hidupnya.

......................................................

Tahun 1995.

Berita duka yang mengejutkan dunia mode datang dari seorang desainer ternama, Tara Reemar, yang dikabarkan tewas dengan cara tragis di ruang pribadinya. Wanita berbakat yang telah menciptakan karya-karya luar biasa itu ditemukan tak bernyawa, tergantung pada seutas kain putih yang terikat kuat di lehernya.

Menurut informasi yang beredar, Tara diketahui sempat mengalami gangguan mental yang cukup serius, diduga akibat tekanan berat setelah perselingkuhan yang dilakukan oleh suaminya. Kehancuran emosional ini tampaknya membawa dirinya ke jurang keputusasaan.

Hasil penyelidikan polisi menunjukkan bahwa Tara meninggal akibat kehabisan oksigen, sesuai dengan tanda-tanda lilitan kain di sekitar lehernya. Selain itu, pemeriksaan forensik juga menemukan adanya indikasi penggunaan obat-obatan terlarang dalam tubuhnya.

Tragedi ini meninggalkan banyak pertanyaan yang belum terjawab, sekaligus menciptakan luka mendalam di hati orang-orang yang mencintainya. Sebagai sosok yang dikenal karena karya dan dedikasinya, kematian Tara Reemar meninggalkan warisan yang tak tergantikan di dunia mode, sekaligus cerita pilu tentang sisi gelap kehidupan pribadi yang tersembunyi di balik gemerlapnya dunia glamor.

............................................

Di Ruang Kosong.

Ghali menatap wajah ibunya dalam bingkai foto itu, senyumnya samar namun penuh kesedihan. Dalam hati kecilnya, ia bergumam pelan, “Ibu, sebentar lagi aku akan menyusulmu.”

Kedua tangannya mulai gemetar, tubuhnya yang kurus tampak tak lagi mampu menopang beban emosional yang ia rasakan. Jari-jarinya yang semula menggenggam kuat bingkai foto, perlahan melemah, hingga akhirnya benda itu terlepas dari tangannya.

“PRAKK!”

Suara kaca pecah memenuhi ruangan kosong itu. Serpihan tajam melukai telapak kakinya, membuat darah segar mengalir perlahan ke lantai.

“Aaakkkh...!” Teriaknya melengking, tapi bukan rasa sakit yang mendominasi. Sebaliknya, ia malah memperhatikan luka di kakinya dengan senyum kecil.

Tawanya pecah. Sebuah tawa yang aneh, terdengar getir, penuh kesedihan yang menyesakkan dada. “Jadi ini rasanya... Sakit... Tapi ini menyenangkan.” Bisiknya sambil menyentuh luka itu, seolah mencoba merasakan setiap perihnya.

Ghali merasakan rasa sakit itu sebagai bentuk pelepasan. Dalam pikirannya yang kacau, ia merasa semakin dekat dengan ibunya. Wajahnya basah oleh air mata, namun senyum getir itu tak pernah lepas dari bibirnya.

Dengan langkah gontai, Ghali Reemar melangkah menuju tepi kolam renang. Tatapannya kosong, sementara darah terus menetes dari pergelangan tangan kirinya, meninggalkan jejak merah di lantai marmer.

Lihat selengkapnya