Hari yang kutunggu akhirnya tiba—Minggu, 1 Januari 2001, pukul 06.30.
Aku duduk di ruang tamu, mataku tak henti-hentinya melirik ke luar jendela. Jantungku berdegup lebih kencang dari biasanya.
"Dia akan datang, kan?" tanyaku dalam hati.
Namun seiring waktu berlalu, kegelisahanku semakin menjadi-jadi.
"Apa dia lupa? Atau lebih buruk ... apa dia hanya berbohong?"
Aku mulai menggigit bibir, berdiri, lalu berjalan mondar-mandir di depan pintu.
Dan saat aku hampir kehilangan harapan—
Sebuah mobil putih meluncur perlahan ke depan kediaman El Luis.
Aku menahan napas.
Pintu mobil terbuka, dan sosok Sean muncul bersama pengawalnya. Mereka membawa dua kotak besar—salah satunya berisi kue ulang tahun, sementara kotak besar dengan pita merah menyala adalah hadiah istimewa yang akan kuberikan pada ibuku.
Melihat itu, dadaku terasa sesak oleh emosi yang tak bisa kujelaskan.
Sean benar-benar datang.
Dia tidak berbohong.
“Masuklah,” kataku, memberi isyarat agar Sean dan Dokter Al melangkah ke dalam.
Namun, Sean hanya menggeleng pelan.
Tatapannya tetap tenang, tapi ada sesuatu di dalamnya yang membuatku tak bisa menebak apa yang sebenarnya ia pikirkan.
“Kami tidak bisa,” katanya, suaranya datar. “Ada urusan lain.”
Aku mengernyit, lalu melirik ke arah Dokter Al.
Seperti biasa, pria itu hanya berdiri tegak dengan ekspresi dingin, seolah kehadiranku tidak ada artinya baginya. Matanya tajam, nyaris menusuk, seakan mengingatkanku untuk tidak banyak bertanya.
Jujur saja, aku selalu merasa tidak nyaman setiap berada di dekatnya.
Tanpa banyak bicara, Sean menyodorkan dua kotak besar ke arahku.
Aku ragu-ragu menerimanya.
“Kenapa?” tanyaku, masih berharap mendapatkan jawaban yang lebih jelas.
Sean hanya tersenyum kecil.
“Karena ini urusanmu, bukan urusanku.”
Dan tanpa berkata apa-apa lagi, dia berbalik, meninggalkanku berdiri di depan pintu dengan sejuta pertanyaan yang berputar di kepalaku.
Di Tempat Lain