MENYELAMATKANMU

Saya seani
Chapter #23

Chapter 20

"Ada apa denganmu!?"

Suara Misya menggema di seluruh ruangan. Tangannya bergetar, matanya merah, dan wajahnya dipenuhi kekecewaan. Ia berdiri mematung di hadapan suaminya. Miko, yang hanya duduk diam dengan pandangan kosong.

 “Apa dia sengaja mempermalukanku? Di hari ulang tahunku? Di depanmu?”

“Pisau, Miko… Pisau!” teriaknya dengan nada pecah.

Miko tak bergeming. Tatapannya masih lekat pada dinding kosong, seolah mencari jawaban yang tidak akan pernah datang.

Misya meneteskan air mata, perlahan tapi pasti.

Tangannya mencengkeram kuat , seakan jika ia tidak menahannya, semua emosi akan meledak lebih dahsyat.

“Dan kau? Kau malah membelanya. Lagi. Lagi dan lagi…”

Miko akhirnya menatap istrinya. Tatapan lelah seorang pria yang kehilangan kata-kata.

 “Dia hanya anak kecil, Misya.”

 “Anak kecil?!”

Kenapa kau selalu membelanya!?”

Suara Misya meledak, mengguncang suasana rumah yang semula sunyi. Matanya membara, dan tubuhnya gemetar karena amarah yang tak lagi bisa ditahan.

“Hentikan, Misya.”

Suara Miko terdengar berat, namun penuh ketegasan. Ia melangkah pelan, mencoba menjangkau wanita yang tengah hancur dalam tangis.

“Ini hanya salah paham… Arien tidak bermaksud menyakitimu. Dia bahkan sudah meminta maaf. Dia sayang padamu… Kau ibunya.”

Misya menggeleng keras, tubuhnya gemetar dan menolak dipeluk. Tapi Miko tetap meraih bahunya, memeluknya erat meski wanita itu memberontak lemah.

Sementara itu, Arien berdiri terpaku di ambang pintu, matanya berkaca-kaca. Jari-jarinya menggenggam erat bungkusan kado yang sebelumnya ia banggakan.

Tapi kini, ia hanya bisa menatap lantai—tak tahu harus pergi atau bertahan.

Melihat itu, Miko dengan suara pelan namun tegas berkata,

“Arien… Menjauhlah dulu, Nak.”

Arien hanya mengangguk pelan, menahan tangis yang mulai menggerogoti dadanya. Kakinya berat untuk melangkah pergi. Tapi ia patuh.

Tatapan Miko kemudian berpindah ke arah Arza, yang berdiri tak jauh di belakang Arien.

“Arza, ambilkan obat ibumu di laci… Cepat.”

Arza bergerak dengan gugup. Ia tidak mengerti sepenuhnya, tapi melihat ibunya menangis seperti itu membuat hatinya ikut teriris.

Sementara itu, Misya mulai lemas dalam pelukan suaminya.

Tubuhnya bersandar penuh ke dada Miko. Air matanya mengalir deras tanpa suara.

Dan saat Arza hendak memberikan beberapa obat kepada ayahnya, Misya yang melihat—langsung melempar obat itu keras-keras ke lantai.

Suara pecahannya menggema. Tubuhnya bergetar, matanya menyala marah. Tak ada sepatah kata pun yang keluar—hanya kemarahan yang menyelimuti langkah cepatnya, seperti badai yang tak bisa ditahan.

Hentakan kakinya—menggema di seluruh rumah.

Setiap langkahnya seolah berkata:

“Aku muak.”

Ia tengah diliputi amarah hebat... Karena tak satu pun yang berdiri di sisinya.

Dan saat ia keluar dari ruangan—

Mata elangnya langsung mengarah lurus…

Menusuk tepat ke arah Arien yang hanya berdiri di lorong.

Tubuh Arien lemas.

Wajahnya pucat.

Bibirnya nyaris tak bisa bergerak, seperti ingin berkata… Namun tak sanggup.

Tanpa aba-aba—Misya menarik lengan putrinya dengan cukup keras.

Gerakan itu kasar.

Cepat.

Penuh emosi yang akhirnya meledak dari dalam dirinya.

Sementara itu di belakang mereka—

Miko dan Arza langsung berlari mengejar.

Suara langkah kaki mereka bersahutan… Berpacu dengan detak jantung yang kini berdentum cepat,

Seolah waktu ikut panik melihat keluarga itu runtuh di hadapannya.

Kamar Arien.

Braak!

Pintu kamar terbanting tertutup, dan dalam sekejap dikunci dari dalam.

Tubuh Arien terhempas ke lantai, membentur keras lantai dingin yang membuatnya terguncang.

Misya berdiri di atasnya—matanya merah, nafasnya memburu, dan wajahnya sudah tak bisa dibedakan lagi antara luka dan amarah.

 “MISYA, BUKA PINTUNYA!”

Teriakan Miko mengguncang rumah dari balik pintu. Suaranya panik, penuh ketakutan akan apa yang mungkin terjadi di dalam sana.

“Ibu! Ibu tolong, buka pintunya!!”

Arza menghentakkan tubuhnya ke pintu, memohon-mohon, hampir menangis. Tapi tak ada jawaban. Hanya sunyi, dan ketegangan yang menyesakkan.

Mereka berdua mencoba mencari kunci cadangan berharap bisa menyelamatkan Arien dari kekejaman ibunya.

Lalu disisi lain —

Plakk!

Satu tamparan keras mendarat di pipi kanan Arien.

Tubuhnya tersentak, tapi ia tidak bersuara.

Plakk!

Tamparan kedua menghantam pipi kirinya. Kepalanya miring, darah mulai mengalir dari bibirnya yang pecah. Tapi ia tetap diam.

Lihat selengkapnya