Menyisir Jalan Menjangkau Sang Surya

Nurul Arifah
Chapter #1

Perjuangan Seorang Gadis Introvert

Terkadang cinta dan uang saja tidak cukup untuk menyatukan dua insan, tetapi takdir juga ambil andil. Sekeras apapun mereka berusaha, jika takdir berkata "belum" maka mereka akan dipisahkan dengan paksa. Inilah kisah dua insan yang berusaha menentang takdir dan menantang alam semesta. Dua insan yang buta akan adanya halal dan haram. Sehingga, Allah mengambil alih situasi ini. Seolah Ia berkata, "Aku memisahkan kalian untuk sementara waktu karena Aku terlalu sayang kepada kalian."

"Zahra, tolong kamu bersihkan meja yang di sebelah sana!" seseorang yang berumur lebih tua memerintahnya. Gadis polos itu hanya mengangguk dan segera melakukan apa yang diperintahkan. Zahra adalah pelayan baru di restoran itu. Lima hari yang lalu, ia datang dengan ibunya untuk melamar bekerja di tempat itu. Lihatlah, bahkan ia tidak berani untuk datang seorang diri. Ia selalu saja bersembunyi dibawah ketiak sang ibunda. Ahli psikologi menyebutnya sebagai I N T R O V E R T.

Zahra memiliki kelainan ketika ia berbicara. Layaknya Nabi Musa, intonasi bicaranya terdengar tidak jelas. Memang tidak terlalu parah, tetapi itu jelas-jelas mengganggunya ketika ia hendak mengatakan serangkaian kalimat yang panjang ataupun jika ia hendak bercerita. Itulah mengapa ia memilih untuk menjawab seadanya dan sesingkat-singkatnya. Ia sangat malu atas kekurangannya itu.

Didalam hatinya ia sama sekali tidak ingin bekerja. Ia tahu bahwa ia tidak bisa membaur dengan orang-orang. Ia tidak bisa berkata, "Selamat siang, ibu. Adakah yang bisa saya bantu? Kita sedang ada promo. Jika ibu membeli ini, ibu akan mendapatkan diskon sebesar 30%" layaknya pegawai toko swalayan. Zahra sama sekali tidak bisa melakukan itu. Hingga suatu saat, ia ditugaskan dibagian kasir. Keringat dingin mengucur deras. Detak jantungnya seperti hendak berperang. Ia tak henti-hentinya melihat pengunjung yang berjalan kearahnya. "Apa yang harus aku katakan?" perang didalam batinnya.

"Tadi saya makan rawon dan minumnya es teh hangat, mbak," kata sang pelanggan. Zahra hanya mengangguk dan tersenyum kaku. Ia segera menghitung harga menggunakan kalkulator dengan jemari yang gemetar. "Oh iya mbak, saya pesan pia nya juga ya.... Satu kotak isinya berapa?"

"Sepuluh rasa," jawab singkatnya. "Oh gitu, aku beli dua kotak ya mbak. Lalu ini apa ya mbak?" tanya sang pelanggan lagi. Didalam hati Zahra, ia sangat merasa kesal. Kenapa orang ini begitu banyak bicara? Bisakah dia diam saja dan membayar lalu segera pulang? Tak berapa lama kemudian, Zahra sudah menyiapkan dua kotak pia untuk sang pelanggan dan ia hendak menyebutkan harganya. Ia menarik nafas dalam-dalam terlebih dahulu lalu menyebutkan si harga itu. "Tiga puluh ribu li-li- lima ratus."

"Berapa mbak?" Tanya ulang si pelanggan. Zahra menarik nafas dalam-dalam lagi dan menyebutkan harganya. Dalam serangkaian waktu, tugasnya di kasir pun selesai. Ia kembali membersihkan meja dan merapikan kursi-kursi. Wajahnya terlihat pucat dengat mata yang selalu sayu. Bukan karena kecapaian, tetapi memang begitulah Zahra. Zahra si gadis polos dan lemah. Bahkan ia selalu gagal di mata pelajaran olahraga selama ia bersekolah. Ia seperti 'anak bawang'. Enam tahun ia dibully habis-habisan karena itu. Ia tidak memiliki teman disekolah maupun dirumah. Bisa dibilang bahwa ialah putri solo yang sesungguhnya. Anggun, cantik, dan lemah lembut. Lebih tepatnya lemah fisiknya.

Lihat selengkapnya