Meong

Laila NF
Chapter #1

Alvin dan Gadis Korek Api

Apakah kau bertanya-tanya saat membaca judul di depan hanya satu kata? Meong?

Oke, tentu kau sudah menduga jawabannya, bukan, kawan? Ya, lagi pula meski aku mengatakan sebuah kalimat penuh untuk memberi judul cerita ini, kalian hanya akan menganggapnya satu kata yang sama, kan?

Perkenalkan, aku Alvin, seorang cowok tampan, usia remaja. Semua orang bilang aku ini pintar dan lucu. Dan kurasa mereka akan senang sekali untuk menjadikanku idola. Sayangnya aku harus menolaknya. Aku lebih suka hidupku yang sekarang, sebagai sahabat terbaik manusia. Teman berbulu yang siap dipeluk setiap saat.

Semua kucing sebenarnya ingin menjadi sahabat kalian, para Homo sapiens—kata Elsa, salah satu temanku, itulah nama keren untuk menyebut manusia. Namun perbedaan spesies di antara kita seringkali menjadi penghalang, terutama untuk berkomunikasi. Persis seperti yang kukatakan tadi, kalian hanya akan mendengar satu kata keluar dari mulut kucing. Padahal itu salah besar.

Aku berbeda. Harus kukatakan bahwa aku adalah kucing yang paling beruntung di dunia. Bukan hanya karena aku punya rumah dan perawatan istimewa, dengan makan sebanyak tiga atau empat atau lima kali sehari, snack saat pagi dan sore, tidur siang dua kali setiap hari, dan pijatan di bahu dan leher sebelum tidur malam. (Ya, sebenarnya itu sempurna).

Aku punya teman baik yang merawatku, Emma. Dia adalah bagian paling istimewa dalam kehidupan-kucingku, sebab Emma bisa mengerti bahasa kami. Ya, bahasa kucing! Aku juga nyaris tidak percaya pada awalnya.

Emma bisa mengerti bahwa setiap ‘meong’ punya arti yang berbeda. Seperti ‘meong’ pelan dengan sedikit penekanan yang berarti ‘aku lapar’. Lalu ‘meong’ pelan panjang dibarengi elusan kepala yang artinya ‘main denganku’, dan kadang artinya berubah menjadi ‘elus aku’. Kedua jenis ‘meong’-an itulah yang paling sering diucapkan para kucing—kami cenderung pendiam—walau sebenarnya banyak kata ‘meong’ lain.

Emma memahami semua ‘meong’ dengan sempurna. Sering kali dia sudah mengerti maksudku bahkan sebelum aku mengeluarkan bunyi ‘meong’. Aku yakin Emma tidak memiliki kekuatan super seperti telepati, tapi terkadang aku merasa mungkin dia memilikinya. Atau setidaknya telepati itu hanya berlaku di antara kami berdua.

Teman terbaikku, Emma, memiliki rambut keriting kecil-kecil yang warnanya sedikit merah karena keseringan terkena sinar matahari, wajah bulat dengan pipi tembam dan mata yang berbinar terang. Emma memiliki senyum yang sangat menyenangkan untuk dilihat. Dia termasuk anak yang hiperaktif dan hampir tidak bisa duduk diam.

Aku tidak bisa menyalahkannya. Tentu tidak ada orang yang akan duduk diam di rumah berukuran kecil sementara di luar sana teman-temannya menunggu untuk bermain. Ada empat anak seumuran Emma yang tinggal di gang ini. Tepat di samping rumah Emma, adalah rumah si pintar Elsa. Cewek berambut pendek sebahu tanpa poni dan berkacamata bulat itu selalu membawa buku di salah satu tangannya. Elsa tidak pernah lepas dari buku bahkan saat bermain, atau makan, atau tidur. Heran, kan? Jangan tanya bagaimana saat dia di toilet karena aku cowok yang cukup santun. Meski pernah satu kali aku melihatnya keluar dari toilet dengan meneteng buku.

Lihat selengkapnya