Matahari memancarkan sinarnya dengan terang membuat semuanya bangun dari tidur lelap mereka. Sera membuka kedua matanya dan meraih alarm ponselnya yang terus berbunyi dan bergetar di sekitar badannya. Ia mengedip-kedipkan matanya sambil mengumpulkan nyawanya.
Sera turun dari ranjangnya dengan sesekali menguap lebar. Suasana komplek ini begitu hening berbeda dengan kosannya. Di sana tiada pagi tanpa keributan. Mahasiswi yang kesiangan, muslimah yang rajin mengaji sebelum adzan subuh berkumandang, dan ada saja orang yang mencuci di pagi yang sedingin air es.
Sera meluruskan punggungnya. Nyawanya telah berkumpul jadi satu dalam dirinya. Ia membuka pintu dan terkejut ada sesuatu berwarna oren melingkar di depan pintunya. Ia perhatikan baik-baik, benda itu naik-turun seperti sedang bernapas. Ia mencari sesuatu yg bisa memorinya kenali. Ia menemukan kepalanya saat melihat telinga benda ini bergerak. Ia mengenali makhluk apa yang tidur di depan pintu kamarnya. Garfield si kucing pemalas.
"Kenapa dia tidur di sini?" gumam Sera.
Sekelebat memori terpanggil dalam otaknya. Tadi malam Garfield mengeong saat Sera ingin tidur. Ia tak menghiraukan ocehan kucing ini karena sangat lelah untuk meladeninya.
"Apa dia sengaja tidir di sini dan mengeong lagi padaku?" gumam Sera lagi. "Tapi maaf, aku tetap tak punya waktu untuk meladenimu. Permisi." Sera melangkahi kucing itu dengan hati-hati lalu berjalan ke arah dapur untuk mencuci muka lalu bersiap untuk lari pagi seperti biasa.
Hari ini Sera akan sarapan yang sama dengan kemaren pagi dan kali ini dia takkan lupa memakannya. Karena kelupaannya, dia harus memakan roti stok kafe. Sera menghela napas. Terkadang dia ingin memasak dan memakan masakan kesukaannya setiap hari. Namun kesibukannya di kafe membuatnya hanya bisa masak saat weekend.
"Yaaa tak apa lah, daripada nggak makan makanan hangat," ujar Sera sambil membolak-balik roti panggangnya.
Setelah menyiapkan sarapannya, ia membuat sarapan untuk para kucing. Menu mereka pun masih sama dengan kemaren dan sebenarnya Sera mengubah sedikit jadwal menunya. Sesuai jadwal dari Luna, para kucing akan diberi makanan basah setiap hari kedua dan hari kelima. Namun Sera mengubahnya menjadi setiap weekend yaitu hari Sabtu dan Minggu. Di dua hari itu kafe MANIS tutup dan Sera akan dirumah selama 2x24 jam. Sera akan membuat mereka nyaman dengan jadwal ini sebelum debut mereka tiba.
Ya, Sera berencana akan membuat mereka menjadi bintang internet dan ia memanfaatkan hari liburnya untuk merekam semua kegiatan kelima kucing ini. Rencana debutnya masih berbentuk draft dan ia berupaya minggu depan kelima kucing ini siap debut.
Selesai sarapan saatnya bersih-bersih rumah. Sera tak tahu apa yang terjadi, yang jelas di antara kelima kucing itu atau semuanya sengaja mengotori ruang keluarga ini. Ia sengaja meninggalkan kekacauan ini tadi malam dan pagi ini dengan energi yang sudah diisi penuh, dia akan membersihkan semua menjadi rapi dan kinclong seperti biasa. Tetapi yang jadi masalahnya, dia harus menyapu kotoran tanah ini dengan sapu atau vaccum cleaner?
Sera kembali ke kamarnya. Ia membaca ulang buku panduan kakaknya. Dia yakin, Luna pasti menuliskan jawabannya. Dan benar, Luna ada menuliskan tata cara membersihkan rumah penyuka kucing. Ia baca dengan seksama. Ia tak boleh melewatkan satu kata pun demi kelancaran saat melakukannya.
Sera menutup bukunya. Ia sudah paham apa yang harus dilakukan. Dia takkan membersihkan tanah-tanah itu. Tetapi itu akan menempel di kedua kakinya yang tentu saja sangat mengganggunya berjalan.
"Apa yang harus kulakukan?" tanyanya pada dirinya sendiri.
Di dalam buku, Luna mengatakan bahwa tak apa menggunakan vaccum cleaner. Para kucing sudah biasa mendengar Luna membersihkan rumah dengan penyedot debu itu. Mereka takkan terganggu. Namun yang jadi masalah, Sera bukan Luna. Meski mereka sudah terbiasa, tak bisa dipastikan akan baik-baik saja jika Sera yang melakukannya. Sera sedikit ribut ketika bersih-bersih, berbeda dengan Luna yang lebih manusiawi dibandingkan dirinya.
Sera membuka pintu kamarnya. Garfield sudah tak ada di depan kamarnya. Ia menjenguk dari balik pintunya yang dibuka sedikit. Ia melihat satu per satu para kucing itu bangun lalu menyantap sarapan masing-masing. Selesai makan mereka mulai menjilati tubuh masing-masing.
"Karena mereka sudah bangun, aku bisa membersihkan kekacauan yang sudah mereka buat menggunakan vaccum cleaner."
Sera melihat jam yang menempel di dinding kamarnya untuk menghitung perkiraan waktunya yang ia pakai agar tidak terlambat membuka kafe.
"Oh shit!" pekiknya.
Jam sudah menunjukkan hampir setengah delapan. Ia hanya punya waktu satu jam sebelum kafenya dibuka dan dia pun belum berganti pakaian. Di tambah, jam segini jalanan macetnya luar biasa. Para pekerja dan mahasiswa kejar-kejaran sampai ke tujuan masing-masing.
Sera berganti pakaian dan mengenakan makeup tipis secepat yang dia bisa. Setelah itu ia mengecek kompor, pintu dan semua jendela serta dispenser makanan kelima kucing. Kemudian dia dengan tergesa-gesa memasang sepatu slip-onnya yang memiliki gambar bunga matahari cukup di bagian atas sepatu. Ia menyalakan mesin motornya dan bergegas pergi bekerja.
Sera memarkir motornya di halaman belakang. Kepalanya cukup sakit---hampir migran---memikirkan sempat atau tidak buka kafe tepat waktu. Seperti biasa, kedua karyawatinya belum juga datang. Padahal sejak kontrak ditandatangani mereka siap disiplin waktu. Nyatanya sudah tiga kali Sera mendapati mereka telat masuk kerja. Sera menghela napas panjang. Mau tidak mau, suka tidak suka, mereka harus diganti dengan yang baru.
Sera mengenakan celemeknya. Ia mengecek semua stok buah beku, selai, dan bubuk minuman. Untuk bubuk minuman, beberapa varian rasa yang hampir sekarat. Bulan ini pelanggan sedang senang menikmati minuman frappe stroberi, mocha, cokelat, dan matcha.
Tak lama kemudian ponselnya bergetar. Sebuah panggilan dari pembuat roti dan kue langganannya menelpon. Sera bersegera menuju pintu depan. Ia membukakan pintu dan mempersilahkan kurir lelaki itu menaruh kue-kue dan roti-roti yang dipesannya.
"Tumben kafenya masih gelap."