Sera dan Lima Kucing

Molena Banana
Chapter #5

Inspirasi dan Pasir

Garfield tak menyangka Sera tidak mengacuhkannya tadi malam. Mahakarya yang susah payah ia buat bersama keponakannya yang terlalu bar-bar itu, diabaikan begitu saja. Bahkan manusia berjenis kelamin perempuan itu tak tergoda dengan keunyuan wajah dan suara ngeongannya.

"Aku tuh nggak bisa di giniin. Manusia itu harus melihat mahakaryaku!"

Garfield bangun dari tidurnya. Ia meluruskan punggungnya sambil menguap. Ia naik ke atas sofa untuk membersihkan diri. Setelah itu pergi mencari sarapannya.

Setelah makan, ia naik ke atas sofa. Ia memperhatikan lukisannya. Tak ada yang berubah. Ini artinya manusia itu belum membersihkan kekacauan kemarin.

"Bagaimana aku memperbaiki lukisanku kalau manusia itu tak membersihkan tempat ini. Dia ngapain aja sih?!"

"Hei, kau ingin membuat mahakarya lagi?"

"Apa lagi sekarang?" sungut Garfield pada saudarinya yang selalu saja mengusiknya sejak kemarin.

"Tak perlu sensian gitu." Thunder membersihkan salah satu kaki depannya. "Aku, kan, hanya bertanya."

"Kau ingin mencegahku lagi? Jangan harap!" Garfield memperlihatkan taring-taring tajamnya dan wajah yang segahar mungkin.

Thunder menatap datar Garfield. Tatapan yang membuat Garfield semakin kesal.

"Kalau kau tak ada urusan, pergi sana! Aku ingin memperbaiki mahakaryaku!" ucap Garfield ketus.

Thunder menatap saudaranya sejenak dan tetap duduk di samping Garfield lalu melingkarkan kedua kaki depannya. Garfield merasa kesal, tapi ia memilih untuk mengabaikannya. Membuat ulang mahakaryanya lebih penting daripada bertengkar dengan saudarinya.

Udara bergerak menerpa gantungan lonceng angin seperti yang biasa digantung oleh orang-orang Jepang di rumah mereka yang digantung di atas langit-langit rumah di teras samping. Para kucing yang masih terjaga segera menatap ke arah lonceng itu. Jupiter, meski sudah sering melihat benda yang jika terkena angin akan berbunyi, dia tak pernah bosan melihatnya. Ia selalu merasa ingin menggapai lonceng itu. Berbeda dengan para kucing dewasa yang tak begitu menggubris lonceng itu.

King menguap dan bersiap untuk tidur siang. Hidung Thunder sudah menyentuh kedua kaki depan dan tertidur dengan posisi duduk dan tak berpindah dari tadi. Abah masih setengah terjaga dan sesekali ketiduran. Sedangkan Garfield masih menatap ruang keluarga dan belum memperbaiki mahakaryanya sama sekali.

"Apa yang terjadi?" pikirnya. "Kenapa aku tak bisa memikirkan ide apa pun? Apa aku kena art block?"

Garfield turun dari sofa. Ia mondar-mandir sambil mengumpulkan inspirasi. Namun sudah dua puluh menit jalan mengelilingi ruang keluarga ini tanpa arah, ia tak menemukan sedikit pun inspirasi.

"Ini tidak mungkin, kan?" pekiknya dalam hati. "Aku tak mungkin kena art block, kan?"

Garfield kembali mondar-mandir sampai lelah. Kreativitasnya tetap buntu. Kemudian ia memutuskan untuk pergi ke toilet. Banyak yang berpendapat bahwa toilet gudangnya inspirasi dan Garfield ingin membuktikan itu. 

Setelah menabung di toilet, inspirasi tak juga datang. Garfield mulai frustasi. Ia menghamburkan pasir toiletnya, menggaruk alat mencakarnya, dan berlarian di ruang keluarga sambil mengeong. Seketika Abah memukulnya dengan salah satu kaki depannya.

"Kau ini mengganggu waktu istirahat kami."

Lihat selengkapnya