Suasana sekolah saat itu ramai karena euforia dala. merayakan hari kemerdekaan Republik Indonesia. Seharusnya, Natya ikut lomba seperti siswa lainnya.
Akan tetapi, ia memilih untuk tidak berpartisipasi. Waktu senggangnya dipakai Natya untuk bekerja paruh waktu di hari Sabtu. Hari yang sangat dinantikan oleh anak-anak muda.
Sebagai anak sulung, Natya seolah memiliki tanggung jawab yang besar. Ia sangat terpaksa harus bekerja paruh waktu demi membantu ibunya yang kini sudah berstatus single parent.
Tidak mungkin Natya membiarkan ke 4 adik-adiknya terlantar begitu saja. Hanya karena tidak ada biaya, Natya tidak ingin adik-adiknya putus sekolah.
Setiap harinya, Natya bekerja paruh waktu menjadi buruh cuci piring di sebuah warteg Bu Rini dekat rumahnya yang cukup ramai dan terkenal. Biasanya, setelah pukul 3 sore pulang sekolah, Natya tidak langsung kembali ke rumah melainkan melanjutkan bekerja di warteg Bu Rini. Dan dia akan selesai bekerja pukul 9 malam karena permintaan gadis berambut agak gelombang ini.
Bayarannya lumayan besar, cukup untuk membeli kebutuhan dan makanan untuk adik-adiknya. Jika mengandalkan gaji ibunya yang notabene pegawai kantoran biasa, tentu tidak cukup. Oleh karena itu, Natya tidak masalah bekerja menjadi buruh cuci piring di warteg.
Tidak hanya menjadi buruh cuci piring, Natya juga terkadang mengikuti event atau acara yang membutuhkan tenaga menjaga stan makanan. Pekerjaan ini biasanya dilaksanakan di hari libur. Dan kini, mengingat Natya adalah siswa yamg pasif akan kegiatan sekolah, gadis ini memilih untuk bekerja di sebuah event di sebuah gedung pemerintahan.
Dalam rangka menyambut hari kemerdekaan Indonesia, pemerintah setempat melaksanakan rangkaian acara seperti bazar murah. Natya diminta kenalannya untuk membantu menjual aneka minuman dan makanan kekinian di tenant tersebut. Bayarannya cukup besar, hanya bekerja 4 jam saja Natya bisa mengantongi 700 ribu rupiah. Hal ini dikarenakan adanya tambahan pesangon dari pemerintah selaku penyelenggara setempat yang memang dibagikan khusus untuk penjaga tenant.
Suasana di gedung pemerintahan siamg itu tidak kalah ramainya dengan di sekolah SMA Citraloka. Apalagi para pendukung Raga yang mengikuti lomba cerdas cermat di hadapan para siswa dan guru.
Raga lagi-lagi diminta teman sekelasnya untuk mewakili kelas 2 IPS 3 lomba cerdas cermat agar tidak didenda. Bagi Raga, tampil di depan banyak orang dan memperlihatkan kecerdasannya adalah hal favoritnya.
"Siapakah Bapak proklamator Indonesia?" tanya sang pemandu acara kepada peserta cerdas cermat.
Bunyi bel yang ditekan keras, sumbernya dari Raga. Cowok berambut klimis poni ke kiri itu menjawab dengan lantang, "Insinyur Soekarno."
Raga pun mendapatkan banyak poin atas jawaban-jawabannya yang tepat. Ketika sampai di babak akhir, lawan Raga mencoba untuk mengejar poin-poinnya. Namun sayang sekali, di akhir pertanyaan pun lawan cerdas cermat Raga tidak bisa menjawab pertanyaan tersebut.
"Apa nama selat yang berada di antara pulau Sumatera dan negara Malaysia?"
Lagi-lagi, Raga menang telak setelah memberikan jawaban yang tepat. "Selat Malaka," katanya percaya diri.
"100 poin untuk Raganata! Artinya, selamat! Pemenangnya adalah Raganata Samatra!"
Riuh suara pendukung Raga pun menggema. Mereka menghampiri sang juara dan membopong tubuh tinggi Raga sebagai tanda selebrasi yang meriah. Raga tidak peduli dengan seberapa besar hadiahnya. Tetapi ia peduli dengan kepuasannya karena telah menang melawan lawan yang menurutnya tidak sebanding dengan Raga.
"Raga emang terbaik!" puji Delon teman satu geng Raga yang selalu setia. Para siswa kelas 2 IPS 3 pun bergerombol dan berunding untuk memanfaatkan hadiah yang didapatkan Raga mewakili kelasnya.