“Tidak bisa sepuluh ribu rupiah saja harganya?” Tanya seorang pria yang sedang membawa anaknya di lekukan lengannya yang kurus. Dari atas sini, sulit untuk membedakan antara tangannya atau kaki anaknya yang kurus dan sedang dialiri darah hitam.
“Satu gulungan perban ini di pasaran memang harganya tiga puluh ribu rupiah. Saya juga butuh makan, pak. Di sini saya jual dua puluh tujuh ribu saja. Keuntungan dari sini hanya bisa untuk membeli sebungkus nasi!” ucap Si Penjual.
“Tetapi anak saya…”
“Saya di sini bukan mengadakan bakti sosial. Kalau mau minta-minta, sana minta sama Fakir!”
Ucapannya bagaikan seorang Fakir cukup dermawan untuk membagikan setetes saja air bersihnya.
Pak Rustam adalah seorang penjahit baju di Jakarta. Ia berpindah dari Bandung setelah rumah dan bisnisnya hangus dibakar oleh Garuda Nirmala.
Sebagai orang keturunan Jepang, Rustam hanya bisa melarikan diri dengan putra satu-satunya. Istri dan putrinya? Sulit dipastikan, namun dari gosip yang beredar, putrinya membunuh ibunya agar bisa mendapat perlindungan dari Yudhistira, kepala sindikat Garuda Nirmala. Sebelum berhasil membunuh ayahnya, Rustam dan putranya melarikan diri dari kejaran Nirmala ke Jakarta.
Lantas apa yang sedang dilakukan Nara di atap sebuah bangunan tua yang dulu pernah menjadi rumah susun tempat tinggal ratusan warga Jakarta?
Sebagai anak yatim piatu, Nara tidak memiliki apa-apa selain baju yang melekat di tubuhnya. Sebagai seorang gadis remaja berusia 15 tahun, ia hanya memiliki dua pilihan: menjual tubuhnya atau menggunakan tubuhnya (dan otaknya).
Berulang kali mencuri dan berlari dari kejaran orang-orang sejak umur 7 tahun, menggunakan kepintarannya dan siasatnya untuk bertahan hidup, Nara lebih dewasa dibandingkan gadis seusianya. Meskipun gadis seusianya jarang memiliki umur panjang, atau memiliki masa kecil.
Rumah susun ini terdiri dari dua belas tingkat, namun sekarang yang masih berdiri hanyalah tujuh tingkat. Atap yang sekarang dulunya adalah lantai dari tingkat delapan. Rangkaian besi dan semen terlihat dengan jelas bagaikan tulang ayam yang habis digerogoti tikus di tumpukkan sampah di belakang Nara.
Di sepanjang temboknya dapat terlihat beberapa lapisan cat yang mulai terkelupas, mulai dari putih, hijau, oranye, sampai lapisan cat terbaru: merah yang mengering menjadi kecoklatan. Ada cat yang masih merah basah di beberapa jendela. Nara memperhatikan warna merah tersebut perlahan-lahan mengering menjadi coklat tua.