Merah Putih

Kenny Marpow
Chapter #7

Bibit

Archie harus mengatur raut wajahnya agar tidak tampak terkejut, namun Theodor tersenyum saat melihat raut wajah terkejutnya. Ayahnya seperti biasa tidak pernah tersenyum.

“Archie kecil! Halo! Senang akhirnya bertemu dengan si Jenius,” kata ketua sindikat Merah sambil memberikan tangannya untuk bersalaman. Archie dengan ragu dan perlahan memberikan tangannya untuk digenggam.

“Tenang saja, aku tidak menggigit kok seperti temanmu di Timur,” katanya sambil mengedipkan sebelah mata.

Tangan Theodor sangat dingin, namun salam nya kuat dan kokoh. Tidak seperti Archie yang lesu dan tidak bertenaga.

“Kau lebih pendiam dari yang kudengar. Ada sesuatu yang aneh?” tanya Theodor ia tidak tahu bahwa ialah penyebab Archie tidak bisa berbicara. Bagaimana mungkin ia bisa berbicara dengan orang yang baru beberapa menit lalu ia rencanakan untuk disingkirkan? Archie bersyukur ia tidak mengutarakan isi pikirannya kencang-kencang.

“Theodor, jangan buang-buang waktu. Tanyakan yang ingin kau tanyakan kepada Archimedes, dan segera pergi dari sini,” kata Ardiya.

“Sepertinya ruangan ini tidak butuh AC untuk mendinginkan udara yah,” canda Theodor. Hanya dia yang berani mengatakan hal seperti itu kepada ayahnya. Sedikit rasa kagum bercampur dengan rasa takut. Ayahnya hanya bisa melotot. Theodor berlagak seperti ketakutan dan memalingkan matanya ke Archie. Ia memasukkan tangannya ke dalam kantung jaket dan berdiri bersenderan di meja Ardiya. Seluruh gestur tubuhnya mengarah ke Archie.

“Jadi, Archie. Aku yakin kamu sudah tahu siapa aku kan?”

Archie mengangguk.

“Kau juga tahu pengorbananku untuk keluargamu kan?”

Archie ingin menggelengkan kepalanya dan menghantam hidungnya yang sempurna itu. Namun niat tersebut ia urungkan dan ia memaksakan untuk mengangguk.

“Aku hanya butuh kau menjawab beberapa pertanyaan. Tidak ada hal yang aneh-aneh, aku tidak akan mengajakmu bergabung dengan Patriot, aku juga tidak akan melukai sehelai rambutmu. Bagaimana?”

Archie mengangguk sekali lagi.

“Bagus! Sebagai awal, kau boleh panggil aku Theo. Bisa kau ulangi?”

“Theo,” bisik Archie. Tenggorokannya penuh dengan cairan yang membuat suaranya menjadi serak basah.

“Baiklah, Archie. Aku akan memberikan beberapa pertanyaan, kau tinggal menjawabnya sejujur-jujurnya. Aku yakin anak Jayadika adalah anak yang tidak suka berbohong berkat didikan ayahnya.”

Archie menarik napas dalam-dalam dan ia hembuskan perlahan. Ini bukanlah sekedar sesi tanya jawab belaka. Ini adalah sebuah interogasi.

“Okay, Archie. Apakah kamu tahu bahwa ayahmu memiliki banyak bisnis?

“Iya,” jawab Archie sambil mengedipkan matanya agar keringat dingin tidak masuk ke dalam.

“Bisakah kau sebutkan apa saja bisnis ayahmu?

Archie menatap ayahnya dan meminta ijin tanpa kata-kata. Ayahnya hanya terdiam memandang tajam Theo, seakan Archie tidak ada di situ.

Seakan-akan Archie tidak pernah dilahirkan di dunia ini.

“Senjata api, narkotika, minuman keras, uang palsu, perdagangan hewan langka, bahan bakar, dan pemalsuan barang elektronik.”

Senyum Theo semakin melebar, “Sepertinya ada yang kurang 1.”

Lihat selengkapnya