Nara menggenggam Bola Maut dengan cincin yang terletak di ujung kabel dan ujung bola secara diagonal. Berpikir optimis, ia menganggap pertikaian ini sebagai sebuah kesempatan untuk menguji ciptaannya pertama kali.
Kedua pisau si Putih menancap dan terjebak di rongga-rongga kepangan kabel Nara. Dengan cepat, Nara melontarkan kedua pisau itu dari tangan penyerangnya. Tanpa basa-basi, Bola Maut pun dihantamkan ke wajahnya. Namun, penyerangnya dengan lebih cepat menepis dengan tangan kirinya. Pukulan itu membuat si Putih menjadi tersentak dan terpaksa mundur beberapa langkah.
“Sepertinya aku meremehkanmu,” kata si Pisau.
“Jangan macam-macam, sebaiknya kau pergi melangkah dari sini sebelum kuhabisi dengan ilmuku.” Itu bohong. Nara tidak pernah mempelajari ilmu bela diri apapun. Ia hanya melihat beberapa gambar dari buku, tanpa memiliki kesempatan untuk mempraktekan semua teori itu.
Ia mengeluarkan sebuah pisau dengan tangan kirinya. Kemudian, ia menarik kawat yang tersambung di gagang pisau tersebut dengan tangan kanannya. Apakah sekarang ia akan menyerang dari jarak jauh?
Si Putih meluncur kembali ke Nara. Ia menyambut datangnya si Putih dengan hantaman Bola Maut. Kali ini, lawannya sudah bisa membaca gerakan Nara. Bola Maut itu dihindari dengan mudah, kemudian ia lilitkan kawat di tangan kanannya ke pergelangan tangan kiri Nara. Kini, mereka berdua bersalaman melalui seutas tali yang terikat dengan nyawa mereka.
Dengan tarikan yang kuat, ia menarik Nara dan menebas wajahnya. Refleksnya yang cepat membuat Nara berhasil menghindar dan hanya tergores pipi kanannya. Serangan itu belum selesai. Ia mengayunkan pisaunya dari kiri ke kanan menuju leher Nara yang dengan cepat menunduk menghindarinya. Sehelai rambut Nara pun mengambang terjatuh.
Sekali lagi, lawannya menebas dari kanan ke kiri. Nara melompat ke belakang, dan ia merasa perih di lehernya. Namun dengan sigap, kawat di tangannya menarik Nara kembali ke dalam jarak serangannya. Di saat yang sama, pisau di tangan kirinya diputar sehingga mata pisau kini mengarah ke bawah. Dan ke arah jantung Nara. Bola Maut di tangannya ia hantamkan sehingga pisau itu terpental dan terputus dari benang kawat.
Nara tersenyum selama beberapa saat sebelum lawannya membalikan tubuh, mengangkat tangan Nara yang terikat ke atas bahunya, dan menerbangkan sekujur tubuh Nara ke langit.
Punggungnya merasakan keras dan kasarnya tanah mereka berpijak. Lemparan si Putih memaksa nafasnya keluar dari paru-parunya.
Dengan tangan kirinya, satu pisau kembali diambil dan langsung diarahkan ke tengah kedua bola mata Nara. Tangan kiri dan kanan Nara saling menyilang sehingga ia bisa menahan pisau tersebut. Berapa banyak pisau yang orang ini bawa?
Nafasnya sesak dan tangannya bergetar dengan kencang. Nara merasa bagaikan menahan berat nyawanya sendiri. Dengan seluruh kekuatannya, ia hempaskan tangan lawannya sehingga pisau yang digenggam terlempar.
Dengan perasaan kesal, si Putih berdiri dan menggunakan kawat yang masih menghubungkan mereka berdua untuk mencekik Nara. Kakinya menendang-nendang udara dan jarinya mulai tergores oleh kawat. Penglihatannya semakin kabur dan paru-parunya tidak bisa memompa oksigen. Nara memanggil kekuatan misterius dari dalam dirinya untuk menghentakan kepalanya ke hidung si Putih. Ia bisa merasakan oksigen kembali mengalir ke otaknya.
Tercium bau besi di udara. Ketika Nara menengok ke belakang, ia melihat darah mengalir pelan dari lubangi pernafasan lawannya. Setelah menjilat darahnya sendiri, si Putih menggenggam kawat di tangan Nara dan menyeret gadis itu ke arah tumpukan besi yang tajam.