Tidak akan ada yang tahu. Tidak ada yang mendatangi tempat itu selain Nara. Kecuali si Putih yang sekarang terbaring di bawah tanah sebelah pohon di belakang tempat pembuangan itu. Bercak merah masih menempel di baju dan wajah Nara. Untungnya baju Nara berwarna hitam sehingga tidak terlalu terlihat. Sayangnya, ia masih bisa merasakan lengket di beberapa titik bajunya.
Ia sudah menggali lubang yang dalam. Ia juga sudah memungut 4 buah pisau yang terlempar. Empat atau tiga? Dua yang ia gunakan untuk menyerang pertama kali. Satu terhubung dengan benang. Satu lagi hampir mengambil nyawanya. Adakah sobekan jubah putih di tumpukan besi? Adakah tanah yang masih berbekas merah kecoklatan? Tidak ada. Semuanya bersih. Semuanya tanpa jejak. Nara sudah aman dari semua tanda yang menunjukkan keterlibatannya terhadap kehilangan seorang anggota Putih.
Sepanjang perjalanan pulang, Nara terus mengulang kejadian itu. Mulai dari pertemuan mereka berdua, serangan dari si Putih, pembalasan dari Nara, menghilangkan jejak, dan terulang lagi begitu seterusnya.
Putaran itu terputus ketika ia melihat seorang anak laki-laki menangis di pinggir jalan. Anak itu memandang sebuah mobil berwarna hitam dengan corak garis merah di tengahnya.
Jason? Putra Pak Rustam sekarang sedang berdiri di tepi jalan berjarak sekitar dua kilometer dari gubuknya. Ia berlari sejauh ini untuk mengejar mobil itu?
Ketika Nara melihat wajahnya, matanya sudah menyampaikan rasa takut dan putus asa. Tanpa pikir panjang, Nara langsung mengeluarkan seluruh kekuatannya, memaksakan otot-otot kakinya untuk mengejar mobil tersebut. Ia menghindari lampu jalan yang bisa menerangi wujudnya di tengah kegelapan malam.
Tangan dan kakinya terasa keram, semua bagian tubuhnya berteriak kesakitan. Paru-parunya memompa oksigen lebih banyak untuk yang kesekian kalinya. Ia tidak pernah selelah ini dalam waktu kurang dari satu minggu.
Saat ia menemukan jalan buntu, dengan cepat tembok dan bangunan di hadapannya dipanjat dan dilompati. Jalur yang ia tempuh membawanya ke atas sebuah bangunan tua di seberang perumahan Fakir. Mobil tersebut masuk ke dalam perumahan orang-orang kaya tersebut. Nara memiliki kecurigaan mengapa Pak Rustam dibawa ke tempat itu. Hanya seorang pria yang berada di tempat dan waktu yang salah. Ia sering melihat orang yang masuk dan tidak keluar lagi dari perumahan itu.
Dari posisinya yang tinggi saat itu, ia bisa melihat mobil itu berjalan menuju sebuah istana yang besar dan megah. Ia membuat sebuah peta di dalam pikirannya untuk menuju istana itu. Pertama-tama ia harus melewati tembok tinggi yang melindungi Fakir di dalam perumahan itu. Bagaimana cara tentara Putih menembus masuk ke dalam perumahan Victoria dahulu kala?
Bagian gerbang tembok itu dijaga oleh 2 orang Merah yang dilengkapi senjata api. Nara menciptakan beberapa skenario di dalam kepalanya.