Nara memasukkan cairan yang terdapat di dalam botol suntikan ke leher anak laki-laki bermata biru itu. Seketika itu pula, ia langsung tertidur dengan pulas. Masih ada beberapa mili cairan yang tersisa di dalam botol itu. Nara menjatuhkan botol itu ke tanah dan membuka pintu belakang truk yang setengah terbuka. Sebelum ia membukanya, muncul sebuah kepalan tangan dari arah kanannya yang disusul oleh pisau yang besar.
Pisau itu lebih panjang dari senjata yang digunakan anggota Putih lainnya. Bagian punggung pisau itu bergerigi, tampak seperti digunakan untuk menggergaji tulang. Nara menghindar dan membiarkan pisau itu tertanam di pintu truk.
Sebelum lawannya sempat mencabut pisau itu. Nara menghantamkan tinju dan tendangannya ke tubuh raksasa itu. Orang itu adalah korban tabrak lari yang tertabrak dan terpental dari truk. Saat pukulan Nara mengenai tubuhnya tangan dan kakinya merasa kesakitan seperti memukul beton. Baju pelindung. Itulah sebabnya ia masih bisa berjalan setelah dihantam oleh sebuah kendaraan raksasa.
Ia mencoba mencabut pisau yang tertanam itu, namun Nara mengayunkan Bola Mautnya ke gagang pisau sehingga tertanam lebih dalam. Fisiknya lawannya lebih besar dari Nara, ia harus mengurangi tingkat penyerangan lawannya sejauh mungkin.
Si Putih mencengkram leher Nara dengan kedua tangannya yang sebesar wajah Nara. Nara berusaha melepaskan cengkraman pria itu, namun perbedaan kekuatan fisik di antara mereka sangat terlihat jelas. Setelah dilihat lebih dekat, ternyata lawannya adalah seorang wanita. Ia merasakan tanah yang ia pijak beberapa detik lalu telah menghilang dari telapak kakinya. Naluri hidup atau mati Nara bangkit kembali, seperti ketika ia berhadapan dengan si Putih di tempat pembuangan.
Nara melepaskan tangannya dari jari-jari wanita itu dan menggunakan kedua ibu jarinya untuk mencongkel mata si Pencekik. Merasa cengkramannya meregang, Nara menaruh kedua kakinya di dada wanita itu. Ia tendang si Pencekik dan terlempar ke udara sebelum berhasil mendarat. Lehernya terasa kaku dan memar.
Lawannya kini tidak bisa membuka matanya lebar-lebar. Nara memutar Bola Mautnya dan ia ayunkan ke pelipis musuhnya. Walaupun wanita itu tampak kesulitan melihat, ia masih bisa menangkis serangan dari Nara. Nara pun tidak ingin kalah. Tanpa menyerah, ia terus menerus mengayunkan Bola Mautnya ke arah si Putih di hadapannya. Nara bisa merasakan lawannya semakin lama semakin lelah.
Di tengah ayunan yang kesekian kalinya, Nara merasakan perih di lengan kanannya. Si Pencekik berhasil menebas lengan kanan Nara dengan sebuah pisau yang sama besar dengan benda yang masih tertancap di pintu truk. Wanita besar itu mulai melawan balik.
Tebasan kedua yang diayunkan ke leher Nara berhasil dihindari. Namun, bagian paha kiri Nara tergores oleh ayunan yang ketiga. Nara mengerang menahan perih di lengan dan kakinya.
Nara harus menyelesaikan perkelahian ini sebelum lawannya berhasil membuka matanya secara penuh. Ia berlari menghampiri wanita itu dengan ancang-ancang siap menghindar. Ayunan pisau di tangan kanannya dihindari dengan menundukkan kepalanya. Nara melempar Bola Maut di tangan kanannya melewati dan melingkari pergelangan kaki kiri lawannya. Bagian bola ia tangkap sehingga kini pergelangan kaki lawannya terikat oleh kabel senjata Nara.
Dengan sekuat tenaga, Nara menarik kaki lawannya dengan kedua tangannya. Wanita itu terjatuh ke punggungnya. Nara langsung memutar Bola Mautnya kemudian diayunkan dari atas ke bawah. Ayunan itu mengenai hidung lawannya dan ia bisa merasakan sekaligus mendengar suara retakan tulang yang patah. Satu ayunan terakhir diarahkan ke pelipis lawannya sehingga ia tidak sadarkan diri.
Adrenalin setelah mengalahkan tiga orang membuat Nara semakin bertenaga. Rasa perih di tangan dan kakinya menjadi kebal. Ia menghampiri Pak Rustam yang tak sadarkan diri di dalam truk. Nara berhasil menopang Pak Rustam yang memiliki tubuh lebih besar dari Nara. Matanya sedikit terbuka dan ia mulai bergumam. Pertanda bahwa Pak Rustam mulai bangun secara perlahan. Mereka berdua masuk ke dalam hutan yang lebat untuk bersembunyi.
“Ini di mana?” kata si Penjahit yang mulai bisa berpikir dan berbicara.
“Kenapa semua orang yang baru bangun setelah pingsan menanyakan hal itu?” jawab Nara sambil tersenyum. Setelah 1 jam, adrenalin dalam dirinya mulai menurun dan Nara mulai kesulitan bernafas. Tampaknya Pak Rustam sudah bisa berjalan sendiri. Nara pun melepaskan temannya yang masih sedikit lemas, namun mulai memulihkan tenaganya.