Merah Putih

Kenny Marpow
Chapter #16

Nurani

Wanita itu mengenakan sebuah sweater merah yang menutup tubuhnya sampai ke leher dengan celana kain berwarna biru tua. Kacamata yang ia kenakan tebal dan menghiasi mata birunya yang tersenyum kepada Nara. Rambutnya diikat membentuk sebuah konde di belakang kepalanya. Ada yang tidak asing dari wanita ini.

“Archie, silahkan keluar dari ruangan ini. Aku harus berkonsentrasi mengurus gadis ini.” kata wanita itu dengan tegas. Si Robot bermata Biru menganggukkan kepalanya dan berjalan keluar dari ruangan. Nara baru menyadari bahwa di depan terdapat sebuah cermin. Di cermin itu terpantul kilauan resleting sweater wanita ini.

“Baiklah, mari kita mulai. Boleh sebutkan namamu?” tanya wanita itu dengan ceria. Hanya sebuah topeng yang menyembunyikan jati dirinya yang sebenarnya.

Postur tetap tegak, tangan digantungkan di samping tubuh dengan rileks, mata yang sinis memandang lawan bicaranya tanpa berkedip. “Lulu,” Nara memberikan nama palsu. Wanita itu menunjukkan sebuah senyuman.

“Okey, Lulu. Bisa ceritakan sedikit tentang dirimu?”

“Umurku tujuh belas tahun.”

Nara berumur lima belas tahun.

“Aku tinggal di daerah Taruma dan telah bekerja sebagai seorang kurir sejak umur enam belas tahun.”

Nara tinggal di puncak bangunan di daerah Centra. Ia telah bekerja sebagai kurir sejak umur delapan tahun.

“Kedua orang tuaku adalah penjahit.”

Kedua orang tuanya membuka sebuah toko roti.

“Mereka meninggal ketika aku berumur dua belas tahun.”

Mereka telah meninggal sejak Nara berumur lima tahun.

“Aku hanya sedang lewat ketika barang kirimanku terjatuh di jalanan, dan aku melihat truk kalian.”

Nara sedang bersembunyi menunggu truk itu lewat.

“Ada berapa banyak kebohongan dalam ceritamu itu?” tanya wanita itu.

Keringat dingin mulai mengalir di dahi Nara. “Entahlah. Coba kau tebak.”

Tawanya yang ceria terlepas dari bibirnya kecil namun tebal. Jika Nara tidak berada dalam posisi terjebak, mungkin ia juga bisa ikut tertawa. “Pertama-tama, namamu bukan Lulu, tapi Nara. Archie sudah memberitahuku sebelum kamu bangun. Kedua, Lulu adalah nama panggilanku. Aku rasa sungguh sebuah kebetulan jika kita memiliki nama yang sama.”

Lulu. Wanita yang berhadapan langsung dengan Theo dan bisa selamat dari maut. Wanita yang menyaksikan Theo mengeksekusi seseorang hanya karena ia sedang bosan. Wanita yang bisa dengan tegar bertatapan dengan maut. Nara telah salah memperlakukan Lulu. Masih terlalu cepat seribu tahun bagi Nara untuk bisa mengalahkan wanita itu.

“Tenang saja, prosesnya tidak akan terlalu sakit kok. Sebelum kamu sadari, kamu akan tertidur pulas. Sisanya serahkan padaku,” Lulu berusaha menenangkan Nara. Namun, Nara tetap saja merasa ketakutan. Ia mencari cara agar Lulu mengurungkan niatnya.

“Kenapa kamu melakukan hal ini?” tanya Nara

“Apa maksudmu?” balas Lulu kembali

“Melakukan perdagangan manusia. Kenapa membunuh sesama kalian untuk mendapatkan keuntungan? Ke mana hati nurani kalian pergi.”

Senyum Lulu mulai sedikit luntur. Namun, wajahnya tetap ramah di mata Nara.

“Kami melakukan apa yang harus kami lakukan untuk bertahan hidup. Sesederhana itu saja.”

“Archie juga mengatakan hal yang sama denganmu.” Nama lelaki itu di mulut Nara terasa pahit.

“Sepertinya Archie terlalu banyak bicara yah,” meskipun kalimat tersebut terdengar mengancam, Lulu mengatakannya dengan lembut. “Masih banyak hal di dunia ini yang belum kamu mengerti. Keluarga kami tidak terlahir dengan sendok perak di tangan kami.”

“Tidakkah dalam hati kecilmu terdapat sedikitpun penyesalan? Penyesalan atas apa yang telah kalian perbuat? Hidup yang telah kalian hancurkan dan nyawa yang telah kalian renggut?” kata-kata tersebut Nara keluarkan dengan sangat hati-hati. Sepertinya jika dilanjutkan, perangai Lulu akan berubah.

Namun, dengan tetap tenang, Lulu tersenyum. Kemudian ia memutar kursinya sehingga kini punggungnya menghadap ke Nara. Jari-jari Lulu menggapai resleting sweater-nya dan kemudian ia tarik ke bawah. Dengan tangan satunya lagi, ia membuka resleting itu sampai punggungnya terpampang kepada Nara.

Wajah Nara mulai memerah melihat tindakan Lulu yang sedikit vulgar, namun ketika ia melihat punggung Lulu, wajah merahnya menjadi putih seketika.

Kulit punggungnya yang putih bersih terlihat indah. Sayangnya pemandangan itu dihiasi oleh berbagai jenis bekas luka, mulai dari yang panjang sampai yang pendek. Besar, maupun kecil. Garis-garis tebal dan tipis saling berpotongan. Kawanan bekas luka itu tampaknya menyebar sampai sekujur tubuh Lulu.

Lihat selengkapnya