Merah Putih

Kenny Marpow
Chapter #17

Teman

“Pa, Ma, ada roti yang hangus yah?” tanya Nara cilik ketika ia mencium bau hangus. Ayah dan Ibunya saling bertatap-tatapan terkejut. Mereka juga mencium bau hangus itu. Namun, tatapan mereka menunjukkan ketakutan yang lebih dari sekedar roti gosong. Semakin lama dicium, semakin terasa bahwa bau ini bukan karena hangus biasa.

Bau hangus yang disebabkan oleh roti memiliki sedikit aroma manis di tengah pahitnya. Bau hangus yang ini lebih menyengat hidungnya. Senja hari ini juga terlihat lebih...merah?

Mereka bertiga membalikkan tubuhnya. Terlihat kobaran api yang besar menyelimuti rumah tetangga-tetangga mereka di perumahan kecil itu. Teriakan orang-orang sekitar mulai masuk ke dalam kuping Nara. Tiba-tiba ada sebuah bola berwarna hijau yang terjatuh dari langit. Ayah dan ibunya terdiam melihat benda asing itu. Keheningan itu disusul oleh ledakan besar yang membuat mereka bertiga terjatuh dari atap.

Nara menatap langit. Ia tidak bisa mendengar apa-apa selama beberapa saat. Ia terbangung ketika ayahnya mengangkat tubuh mungilnya. Ayahnya menggendong Nara sambil menggenggam tangan ibunya.

Puluhan orang disekitar berlarian ke sana kemari. Terdengar suara palu yang diketuk dari mana-mana. Nara berusaha untuk menutup telinganya rapat-rapat. Di saat yang sama, orang-orang yang sedang berlari itu terjatuh seketika. Air merah menggenang di bawah tubuh mereka. Nara mulai meneteskan air mata.

“Papa… Mama… ada apa ini?” tanya Nara cilik sambil terisak menangis.

“Jangan lihat, Nara. Tutup matamu erat-erat. Jangan buka sebelum kami menyuruhmu untuk membukanya,” kata ibunya.

Nara menuruti kata ibunya dan menutup matanya erat-erat. Namun teriakan penderitaan orang-orang disekitarnya tetap terdengar. Suara ledakan di sekitar membuatnya terkejut. Ia berharap bisa menutup telinganya erat-erat. Tangan ayahnya mulai lemas. Nara dan ayahnya terjatuh ke tanah. Ia bisa merasakan darah mengalir dari hidungnya akibat terbentur dengan tanah. Ayah dan ibunya tidak bergerak.

Kelompok orang-orang berbaju merah berjalan melewati barisan orang-orang yang tertidur di tanah. Naluri Nara memerintahkannya untuk mengarahkan wajahnya ke tanah dan tidak menggerakan tubuhnya sedikit pun. Beberapa saat berlalu, mereka pun melewati Nara dan kedua orang tuanya. Namun. Nara masih tidak berani menggerakkan tubuhnya.

Ketika matahari mulai terbenam dan langit menjadi gelap, barulah Nara berani menggerakkan tubuhnya. Ia menggeliat keluar dari bawah tubuh Ayahnya.

“Pa? Ma?” Nara menggoyangkan tubuh kedua orang tuanya. Mereka tidak bereaksi.

“Papa?” air mata Nara kembali mengalir.

“Mama?” hatinya terasa diremas oleh tangan yang kuat.

Kedua orang tuanya telah pergi meninggalkannya sendirian di dalam kegelapan.

Rasa putus asa yang dirasakan Nara ketika Lulu memasukkan cairan biru tersebut ke dalam tubuhnya sama dengan perasaan saat Senja terakhir bersama kedua orang tuanya. Untuk kedua kalinya dalam hidup ini, Nara merasakan kekalahan kehilangan yang dalam. Pengorbanan kedua orang tuanya. Pengorbanan Pak Rustam. Jason yang kini harus hidup sebatang kara. Semuanya sia-sia.

“Archie, silahkan masuk.” kata wanita iblis itu. Tidak. Nara tidak bisa memanggil Lulu dengan sebutan itu. Ia juga sudah tidak polos lagi. Jika ia berada di posisi yang sama, Nara mungkin juga akan melakukan hal yang sama.

Si Robot bermata Biru masuk ke dalam ruangan itu dengan sebuah suntikan berisi obat bius. Campuran dari cairan yang barusan masuk ke dalam tubuh Nara dan obat bius akan melumpuhkan Nara. Ia membayangkan bagaimana rasanya tidak dapat berlari atau memanjat lagi.

Ia mulai memasukkan obat bius melalui garis biru di lengan kiri Nara. Nara menatap mata biru itu dengan penuh kebencian.

"Kamu mau membiusnya sekarang?" tanya Lulu.

"Akan lebih mudah jika ia tidak bisa melawan," jawabnya. “Kamu tidak akan bisa kabur dari tempat ini.” kata si Robot.

“Sebentar lagi akan datang seorang Merah yang akan memindahkan tubuhmu. Semua senjatamu sudah dibuang ke tempat sampah di ruang insinerasi. Semuanya akan dibakar bersamaan dengan sampah pagi esok.. Di sepanjang lorong juga ada patroli. Lantai bawah tanah ini juga kedap suara sehingga tidak ada suara yang bisa masuk atau keluar dari ruangan ini.”

Lihat selengkapnya