"Ra, kok lo diem aja? Kenapa?" tanya Alden.
Aku menyunggingkan senyum ku dengan paksa, "Aku nggak apa-apa kok."
"Kalimat sakral," desis Alden.
"Mulai sekarang, kalau ada apa-apa, lo harus cerita sama gue!"
"Den, kita nggak hubungan apa-apa. Kamu nggak punya hak buat ngatur-ngatur aku."
"Gue nggak peduli status kita apa. Gue udah janji sama diri gue sendiri untuk selalu ada buat lo, apa pun situasinya."
"Makasih, tapi kamu nggak perlu ngelakuin itu."
"Lo kenapa sih, Ra? Ada orang mau niat baik, kok malah ditolak."
"Niat baik kamu membawa dampak buruk buat aku."
"Dengan situasi lo yang sekarang, gue yakin nggak bakal ada orang lain yang datang kayak gue. Lo seharusnya bersyukur karena gue datang tepat waktu," ujarnya lantas berjalan meninggalkanku.
Sekarang apa? Dia tersinggung karena ucapanku sebelumnya? Hah, rumit.
Sepeninggalnya Alden, aku pun beranjak dari perpustakaan menuju kelas.
"Oh, jadi sasaran lo Alden?"
"Gimana? Puas sama hasilnya?"
"Wih, dibelaain Alden jadi udah bisa angkat kepala, nih."
"Sasaran empuk lo oke juga."
"High class dikit dong caranya!"
"Istighfar, ukhti."
"Sadar diri, Mba'e"
"Derajatnya minus."
Lihat? Apa kubilang. Dampak buruknya benar-benar terjadi.
Tiba-tiba saja ada yang menarik lenganku. Aku menoleh dan menemukan Alden yang berjalan di sampingku.
Alden menatap meraka satu per satu dengan tatapan tajamnya. Seketika cacian untukku sudah tak terdengar lagi.
"Lihat sendiri, kan? Tanpa gue, lo nggak bisa nutup mulut mereka."
Aku menyahut, "Seenggaknya, tanpa kamu, aku cuma disindir masalah penampilanku hari ini."
"Ocehan mereka belum tentu kelar dua hari."
"Ocehan mereka nggak kelar-kelar kalau kamu tetap kayak gini."
Alden mengajakku duduk di bangku depan kelasku. "Gini gimana, Ra?"
"Aku tau fans kamu itu bejibun. Kalau tiap hari kamu tetap kayak gini, sindiran mereka pasti bakal ada setiap hari."
"Apa lo? Biasa aja dong ngelihatnya!" kata Alden pada seseorang yang melewati kami dengan tatapan yang sukar diartikan.
"Tuh kan, Den. Ada atau pun nggak ada kamu, mereka bakal tetap begitu ke aku."
"Ra, dengar ya. Keputusan gue udah bulat, nggak ada yang bisa ganggu gugat. Mau lo mohon-mohon supaya gue tarik ucapan gue pun, gue nggak bakal ngelakuin itu!"
Apa lagi ini? Kenapa dia cepat sekali marahnya? Dasar, cepat tersinggung!