Pagi-pagi Janu sudah menungguku di luar rumah. Aku bisa melihat semangatnya dari senyumannya yang menyambutku.
"Kamu bisa pakai sepeda kan? Nggak lupa caranya?" tanyaku sambil tertawa kecil. "Sekolah kita nggak jauh kok."
Awalnya Janu terlihat tidak yakin namun akhirnya dia menaiki jok sepeda kayuhku.
"Nggak lupa kok, yuk."
Coba tebak apa yang akan terjadi pada wajah orang-orang setelah melihat aku berboncengan dengan Janu. Pasti dibenak mereka aku sedang dibonceng hantu. Hahaha.
"KARIN!" Itu suara teriakan Gita, apa dia menyadarinya? Sepedaku sudah memasuki wilayah sekolah. Orang-orang yang menyadari sosok Janu langsung berkerumun ramai membicarakannya.
"Hei, itu Janu?"
"Itu Janu beneran?"
"Ya ampun hantu! Hantu Janu!"
"Janu? Ini Janu?"
"Serem sumpah."
Itulah sekiranya yang keluar dari mulut mereka.
Baru saja aku, maksudku Janu memakirkan sepeda, siswa-siswa kepo ini sudah mengerumuni kami.
"Karin, kamu kok bisa sama hantu Janu?" tanya Gita, belum aku cubit bibirnya.
"Hantu Janu apanya? Kalian bisa lihat dia kan? Dia bukan hantu, dia memang Janu." jelasku.
"JANU!" Suara Lukas yang menggelegar datang mendekat. "Lo masih hidup?"
"Lo siapa?" Wajah Janu nampak sangat kebingungan. Aku sendiri juga panik karena sekelompok manusia ingin tahu ini.
"Gue Lukas. Jangan bercanda lo, masa nggak inget gue?"
"Nggak, gue nggak inget.."
"Lukas, nanti aja ya." Aku memotong ucapan Lukas yang baru ingin keluar dari mulutnya. "Ayo, Janu."
Aku dan Janu pun melewati kerumunan itu dan melangkah menjauh, masuk ke gedung sekolah menuju ke ruang Tata Usaha.