MERANTAU

hendri putra
Chapter #4

Episode 4 : Sang Pewaris

Selamat dari maut dan kejaran anak buah Johan mawar tak membuat kondisi George baik-baik saja.

Dadanya sesak dan susah untuk bernafas.

Jek sudah berkali-kali memeriksa kantong baju dan celana George,namun obat yang biasa di bawa tidak ditemukannya.

"Bertahanlah bos!" Bisik Jek.

Saat itu mereka berada di tempat yang di rasa sudah aman dan jauh dari dermaga tiga.

George tua di sandarkan di dinding sedangkan Madan yang sedari tadi menggendong George tua berusaha mengatur nafasnya.

Merasa keadaan sudah cukup aman, Jon kemudian berkata,

"Kalian siapa? Kenapa sampai bisa berurusan dengan Johan mawar itu?"

Jek hanya diam,dia sibuk memperhatikan kondisi George tua.

Karena tak di gubris, Jon kembali bertanya,

"Kenapa kalian sampai berurusan dengan johan mawar?"

Namun tetap saja orang yang ditanya diam dan tak bergeming.

"Heh! kau punya kuping tidak!" Bentak Jon gondrong.

Hampir saja Jon memukul Jek namun di tahan oleh Ucup dan Omat.

"Johan mawar itu siapa?" Tanya Madan.

"Mereka sekelompok orang yang menamai kelompok mereka dengan sebutan kelompok Mawar merah." jawab Jon.

"Mereka orang-orang yang kejam, gua karena gak tau aja tadi makanya gua hajar mereka. Kalau gua tau, gua gak mau ikut urusan, berabe!" sambung Jon.

Jon, Omat dan Ucup yang tampak gelisah memutuskan untuk pergi dan meminggalkan Jek serta George.

"Ayo Madan! Kita sudah menolong mereka jangan sampai orang-orang Mawar merah itu tau kalau kita ikut terlibat!" ajak Jon yang waktu itu sudah bangkit dari tempat duduknya diikuti oleh Omat dan Ucup.

Madan yang ingin bangkit namun hatinya bimbang dan kasihan melihat kedua orang itu.

Pikirnya kalau mereka bertemu dengan orang-orang tadi,pasti mereka berdua akan mati di bantai.

Lama Madan berpikir,kemudian dia berkata,

"Kalian pergi saja duluan, nanti aku susul."

"Terserah!" Jon dan kawan-kawan pergi meninggalkan Madan,Jek dan George setelah di rasa keadaan cukup aman.

"Kenapa kau tidak pergi juga bersama teman mu?" Tanya Jek.

Madan mengangkat bahunya sebagai jawaban.

George makin kesusahan,dalam nafasnya tersengal dia berbisik.

"To...tolong antarkan aku__ke__ketempat Torik sialan itu."

Jek mengangguk paham.

"Jangan banyak bicara, bos diam lah." bisik Jek.

"Anak muda,bisa antarkan kami?" tanya Jek.

"Kemana?"

"Kau ikuti aku saja,kau gendong bos ku,bisa kan?"

Madan mengangguk dan mereka pun pergi meninggalkan tempat itu menuju kediaman dokter Torik dengan cara menyelinap di heningnya malam.

Tak banyak yang mereka bicarakan ketika diperjalanan.

Jek mengangkat teleponnya yang berbunyi.

"Kami baik-baik saja" jawab Jek.

"Iya,sebentar lagi,di tempat dokter Torik." lalu telponnya terputus.

"Sampai lupa,"

Jek mengeluarkan hp nya dan menelpon dokter Torik.

"Halo...iya...darurat...kau dirumahkan? Oke, kami sebentar lagi sampai!"

Pembicaraan ditutup.

Selang beberapa saat mereka sampai di kediaman dokter Torik.

Mereka masuk lewat pintu belakang.

Dokter Torik buru-buru menghampiri dan menyuruh Madan meletakan tubuh George tua yang setengah sadar ke atas tempat tidur.

Semuanya mundur saat dokter muda itu menyiapkan perlengkapan medis dan memasang alat bantu pernafasan pada tubuh George tua.

"Ayo George! Lu kuat!!" seru Dokter itu.

Tak lama berselang Danil pun datang.

Keadaan makin panik saat tiba-tiba saja kondisi George drop dan kritis.

Dokter Tirik terlihat panik,dia menyuruh pembantunya untuk menyiapkan mobil agar George di bawa saja ke rumah sakit.

Namun dengan isyarat tangannya George melarang dan menatap Torik dengan tatapan mata yang sayu.

"Bos...!!! Bos...!!!" Seru Jek dan Danil memanggil.

"Kalian adalah anak buah ku yang setia dan loyal kepada ku,aku ucapkan terima kasih banyak untuk semuanya itu" ujar George dengan terbata-bata.

"Kalau bos tidak ada siapa yang akan menggantikan mu bos?" tanya Danil.

"Biar pemuda sial itu yang menggantikan ku!" tunjuk George tua ke arah Madan sambil menghembuskan nafasnya yang terakhir.

"Baiklah bos, wasiat mu akan kami laksanakan!" ujar jek lalu menutup mata dan melipat tangan George.

Danil yang tidak terima tak bisa berbuat banyak.

"Sekarang kau bos kami." kata Jek singkat.

Madan hanya melongo tak mengerti apa yang telah terjadi saat itu.

*******

Tiga hari setelah pemakaman George tua.

Hells tampak sepi siang itu, yang ada para pekerja kebersihan yang membersihkan tempat itu dari sisa acara semalam.

Botol-botol bekas,puntung rokok banyak berserakan berbagai sudut ruangan.

Diruangan atas atau tepatnya itu merupakan sebuah kantor, Madan berdiri di sudut meja sambil memeriksa buku keuangan mereka.

Sementara itu Jek tampak duduk dengan tenang sambil sesekali menghisap rokoknya.

Sebagai bos baru wajarlah Madan memeriksa segala sesuatu di tempat kerjanya itu.

Dia ditunjuk almarhum George tua sebagai penggantinya untuk menjalankan Hells dan organisasi yang lainnya.

Danil yang semula tidak bisa menerima akhirnya tidak bisa berbuat apa-apa karena dia juga menyaksikan penunjukan itu di depan mata kepalanya sendiri.

Sebagai bentuk rasa kurang puasnya,semenjak pemakaman George dia tidak tampak hadir di Hells beberapa hari ini.

Mata Madan membelalak besar saat dibukanya pembukuan keuangan mereka.

"Kalian menjalankan usaha atau lembaga sosial?" Tanya Madan menatap kearah Jek.

Jek asik saja menghisap rokoknya.

"Gila! Keuangan minus semua! Merugi! Aku harus berbuat apa?" kali ini Madan mengambil dan membuang rokok Jek yang sedari tadi cuma cuek saja.

Jek menatap Madan sejenak lalu menarik nafas panjang.

Dia mengangkat bahunya isyarat dia juga tidak tau.

Madan membanting pantatnya di kursi tempat dimana biasanya George tua duduk.

Dia duduk sambil berputar-putar karena memang kursi itu kursi yang bisa berputar.

"Persaingan usaha dan semua lagi susah , jadi sepi pengunjung dan berdampak pada club malam ini. Lagi pula kita sudah lama tidak bikin perubahan jadi jauh tertinggal dengan yang lain." ujar Jek yang menyambung rokoknya dengan rokok yang baru.

Madan menghentikan putaran kursinya dan bertanya kepada Jek

"Jadi apa solusinya?"

"Ya mana ku tau." jawab Jek acuh.

"Eh...Kau tidak boleh sembarangan masuk! Bos di dalam sedang ada rapat!" cegah seseorang dari luar.

"Aku ada perlu penting dengan bos mu,jangan halangi aku!"

"Tapi mbak! Kalau ketemu bos itu harus ijin dulu."

Tapi orang yang dipanggil dengan sebutan mbak itu terus ngotot dan tetap masuk ke dalam ruangan di mana Madan dan Jek berada.

Kreekk.....

Pintu kantor itu terbuka.

Wanita itu langsung main nyelonong saja masuk ke ruangan itu.

Penjaga yang hendak meminta maaf karena teledor langsung pergi setelah Jek memberi isyarat untuk pergi tanpa berkata apa pun.

Di hadapan madan dan Jek sekarang berdiri sesosok wanita, berambut pendek, wajahnya serasi dengan hidungnya yang mungil.

Perempuan itu tersenyum dan kemudian tertawa.

Madan dan Jek makin heran.

"Orang gila dari mana ini?" pikirnya dalam hati.

"Tidak ku sangka ternyata orang yang bernama george tua itu rupanya masih muda hikhikhik." ujar perempuan itu sambil tertawa kearah Madan.

Mendengar ucapan perempuan itu,meledak pulalah tawa Jek.

"Hahahaha...Haha...."

"Anda salah orang nona!" Sahut Madan.

"Apa? Salah orang? Tidak mungkin! Ini Hells night club kan? Dan setau ku bos Hells itu adalah orang yang bernama George dan di kenal dengan sebutan George tua!" kata perempuan itu lagi.

"Benar ini Hells, tapi George sudah meninggal 3 hari yang lalu," kata Madan singkat.

"Aku bos baru sini!" sambungnya.

"Jadi sebutkan apa urusan mu kesini?" tanya Madan sedikit ketus.

"Maaf bos, aku tidak tau kalau George tua itu sudah meninggal. Urusan ku__urusan ku kesini hanya ingin menjalankan wasiat ayah."

Madan dan Jek saling pandang dan mereka secara bersamaan lalu berkata

"Ayah mu?"

"Iya, ayah ku."

"Siapa ayah mu dan apa wasiatnya?"kali ini jek yang bertanya.

"Ayah ku bernama Hansen, ayah ku berpesan agar aku bisa membantu Hells bangkit dan melunasi hutang-hutangnya." terang perempuan itu.

Mendengar keterangan itu Jek terperanjat dan terkejut.

"Aku tak menyangka si bangsat Hansen itu punya anak secantik ini." ujarnya.

"Baiklah, kalau itu wasiat ayah mu dan ingin membantu Hells bangkit lagi. Kau boleh bekerja di sini, kebetulan kami berencana membuka club striptis dan sekarang sudah ketemu artisnya." sambung Jek.

"Striptis itu apa?" tanya Madan lugu.

"Penari telanjang!" jawab Jek singkat.

"Aku tidak pernah mempunyai rencana seperti itu,jangan mengada-ngada kau!" seru Madan kesal.

"Lantas memajukan Hells dengan cara apa? Semua club malam punya penari telanjangnya!" Jek tak kalah sengit.

Sebenarnya di suruh apa pun, perempuan itu mau-mau saja karena dia sudah berjanji kepada mendiang ayahnya.

"Nona, nama mu siapa?" Madan bertanya.

"Maaf sampai lupa,nama saya Anandita, panggil saja Dita!" jawab gadis itu.

"Sebelum ini, apa kau pernah bekerja?"

"Saya koki di sebuah restoran terkenal di Bali."

"Lantas kenapa kau mau kemari?bukankah enak kerja disana? Soal hutang ayah mu kau bisa melupakannya, jadi buat apa kau menyusahkan diri kesini?"

"Restoran itu sudah tutup karena bangkrut." jawab gadis itu.

Madan dan Jek melotot memandang gadis bernama dita itu.

Gadis cantik itu gelagapan dan salah tingkah karena dipelototi seperti itu.

"Heh, mereka bangkrut bukan karena masakan saya yang tidak enak lho."ujar gadis itu membela diri.

Suasana diruangan itu menjadi hening beberapa lama.

"Hells akan kita rubah wajahnya, tidak ada lagi minuman dan mabuk mabukan." ujar Madan memecah suasana.

"Terus kau mau buka apa?" tanya Jek.

"Kita buka restoran!" jawab Madan singkat yang membuat Jek hampir terjatuh dari tempat duduk-duduknya karena terkejut.

Lihat selengkapnya