"Kenapa harus Lea, Bi?" tanya Zalea lirih.
"Yang harusnya bertanggung jawab itu Karin! Bukan Lea," lanjut Zalea.
Gadis berparas cantik dan manis itu kini tengah menahan tangis mendengar keputusan sang Bibi.
"Bibi sudah merawat mu setelah orang tua kamu meninggal, sekarang kamu harus balas budi terhadap bibi," jelas Sari Ningsih, Bibi Zalea.
"Tapi Bi... Lea gak mau, Lea masih ingin melanjutkan pendidikan Lea."
"Kamu harus mau Lea!" tekan Sari.
Keluar sudah air mata Zalea yang Ia tahan dari tadi, gurat keputus asaan terlihat jelas di wajah cantiknya.
"Bukan Lea pelakunya tapi Karin! Seharusnya Karin yang bertanggung jawab merawat orang yang ditabraknya Bibi," jelas Zalea dengan airmata yang sesekali turun membasahi pipi gembulnya.
"Heh! Aku masih ingin bebas, aku gak mau terikat seseorang apalagi harus merawat orang lumpuh," ucap Karina yang sedari tadi menonton drama di depannya itu.
"Tapi kamu yang menabraknya, jadi kamu yang harus tanggung jawab," balas Zalea.
Lihatlah sekarang, gadis yang seumuran dengan Zalea masihlah duduk dengan tenang.
Padahal kejadian 2 hari lalu, Karina menabrak seseorang hingga kini tengah koma di Rumah Sakit tidak membuat nya terpuruk sama sekali.
Dengan enteng nya, Karina melepas tanggung jawabnya kepada Zalea yang tidak tau apa-apa.
"Bibi tidak mau ada bantahan apa pun Lea, masih untung Karina tidak jadi dilaporkan ke polisi."
"Mereka tidak tau jika Karina yang menabrak anaknya hingga koma. jadi, Jangan coba-coba memberi tahu kebenarannya kepada mereka. Paham!?" tekan Sari pada Zalea.
"Kamu tau? Bibi sampai mohon-mohon agar Karina tidak dipenjara dan sebagai gantinya mereka ingin yang menabrak harus bertanggung jawab merawat anaknya yang kini tengah koma," jelas Sari.
"Tapi Bibi..."
"Keputusan Bibi sudah bulat, kamu yang harus bertanggung jawab! Anggap saja kamu balas budi kepada Bibi karena telah merawatmu."
Setelah mengucapkan kalimat itu, Sari langsung melenggang pergi dari hadapan Zalea dengan di susul Karina yang ikut beranjak pergi mengikuti sang Ibu pergi.
Zalea terduduk dilantai yang dingin dengan keputus asaan, airmata terus mengalir tiada henti menyalurkan rasa sakit di hati nya.
Hanya memukul dadanya yang sedari tadi Zalea lakukan untuk mengurangi rasa sakit dihatinya.