MERCY

Gridea
Chapter #3

Part 3 Montessori

Seluruh pertanyaan yang ia bendung dalam kepalanya, akhirnya meluap. Kecemasan dan kebingungan yang mengusik pikirannya. Memaksanya untuk terus mencari jawaban dari rasa penasaran yang tak berujung.

Jose yang sejak tadi sibuk mengunyah, akhirnya berhenti. Rubby membeku di tempatnya. Tatapan tajam Jose, segera membungkam Rubby yang hendak buka suara. Suasana ruang makan mendadak canggung dan dingin. Keheningan yang menyiksa.

Jose menarik napas, lalu menghembuskannya kasar. "Kau jatuh dari jembatan yang runtuh di hutan. Noah tidak sengaja mengarahkan sihirnya ke arah jembatan lapuk yang kau seberangi ketika bertarung. Yah, bersyukurlah karena Noah segera menyelesaikan pertarungan dan menolongmu."

Rubby terdiam. Tak berniat menambahkan apalagi menyela ketika suaminya itu berbicara. Jose bukan seseorang yang mudah menerima pendapat atau nasehat orang lain.

Luna menatap Jose, bingung. "Lukaku? Bagaimana aku sembuh secepat ini?"

"Kau tidak suka sembuh?" kali ini Jose membalas tatapan Luna dengan mata yang kentara akan kemarahan. "Kalau begitu melompatlah sekali lagi agar kau terluka lebih lama, bahkan itu jika kau berhasil selamat kali ini." ucapnya sinis.

Dada Rubby sakit mendengar ucapan Jose. Ia sangat mengerti sifat keras dari Jose. Namun, terkadang sifat itu berada diluar kendali karena terpicu amarah. Dan hasilnya, tentu saja Jose tidak lagi memikirkan perasaan lawan bicaranya. Beruntunglah Jose yang memiliki istri sepengertian Rubby.

 Napas Luna tercekat. Kalimat kejam itu mengalir dengan lancar dari mulut ayahnya sendiri. Hatinya sakit, seakan ada sebilah pisau ditusukkan ke dadanya.

Hening pun mencekik. Semua orang kembali menyantap makanan dalam diam. Larut dalam pikiran masing-masing.

~♥~

Ruangan luas itu menjadi kamarnya. Lagi-lagi, nuansa warna putih dan biru lembut mendominasi. Furniture kayu jati kualitas tinggi yang berpelitur rapi, mengisi perabotan kamar. Gadis itu berbaring tengkurap. Menenggelamkan wajahnya pada bantal empuk di atas ranjang. Sesekali terdengar isakan pelan disertai napas yang tersendat.

Terdengar seseorang mengetuk pintu pelan. Gadis itu segera bangkit duduk, mengelap air mata yang terlanjur membasahi pipinya.

Rubby masuk dan mendekati Luna perlahan. Tatapannya tak bersemangat. Ia pun ikut duduk di pinggiran ranjang.

"Kau baik-baik saja? Sepertinya tidak." satu tangan Rubby membelai lembut pipi Luna. Bibirnya mengembang membentuk senyuman hangat.

Luna menggeleng lemah."Maafkan aku jika lancang. Tapi apa dia sungguh ayahku?"

"Aku mengerti yang kau rasakan. Terkadang ayahmu memang bertingkah menyebalkan. Ia hanya terlalu khawatir. Maafkan dia ya." bujuk Rubby, senyum cerahnya kembali merekah.

"Tapi aku tetap belum mengerti Mom. Aku akan memaafkannya." Luna mengerjap sambil menggeleng pelan, "Maksudku tentu saja aku memaafkannya karena bagaimanapun dia adalah Dad satu-satunya yang kumiliki."

Ya, dia ayahku. Jose Sanctuary adalah ayahku, rapal Luna menguatkan hati.

"Aku tahu, dear. Tapi, Mom sangat berharap kau bisa bersabar. Perlahan tapi pasti kau akan kembali mengingat dan mengerti. Waktu akan menjawab semua pertanyaanmu saat ini." pinta Rubby. Tatapannya teduh dan penuh kasih.

Lihat selengkapnya