"Selamat pagi mbak Rena." Sapa perawat dengan tersenyum, tangannya yang cekatan mengganti baju Rena, setelah membersihkan tubuhnya.
Rena diam dan melihat dengan wajah datar kearah perawat.
Namun sang perawat, lagi-lagi dengan lembutnya mengajak Rena berinteraksi.
"Mbak Rena sudah cantik, bersih dan wangi nih, mau jalan-jalan ketaman depan kamar ngga? Udaranya sejuk loh, saya anter ya mbak?"
Perawat itupun mengambil kursi roda yang tidak jauh dari tempat tidur Rena. Rena dipapah untuk duduk. Setelah dia merapikan posisi duduknya.
Dengan hati-hati, perawat mendorong kursi roda dan keluar kamar.
Mereka sudah sampai ditaman yang ditumbuhi dengan banyaknya bunga-bunga cantik.
Perawat itu menghirup udara disekitar taman, dan mengembuskannya dengan tenang.
"Ayo mbak Rena, hirup udara segarnya. Rugi loh mba kalau nggak, sejuk sekali, ah indahnya pemandangan sore ini ya mbak." Perawat itu berceloteh lagi.
"Mbak Rena, tahu ngga, saya punya adik perempuan namanya Rina, lucu banget ..."
"Bukaan dia bukan adik kamu, Rina adalah aku, dia bukan adik kamu!!!"
Belum selesai perawat itu bercerita, tiba-tiba saja Rena berteriak dengan sangat kencang. Membuat perawat jaga 2 orang laki-laki, berlari menghampiri mereka. Karena mereka takut Rena nekat melakukan tindakan yang tidak diinginkan.
"Sabar mbak, sabar. Ayo Suster, kita bawa keruangan terapis Dokter Brata. Sepertinya ini saat yang tepat." Mereka bertiga berjalan dengan cepat, sambil mendorong kursi roda Rena dengan sangat hati-hati.
"Permisi Dokter Brata .... Maaf mengganggu."
Ucap salah satu perawat laki-laki, sambil mengetuk pintu ruang kerja Dokter Brata.
Tidak lama Dokter Brata membukakan pintu, dan bergegas membantu mereka membawa masuk Rena yang sedang meronta diatas kursi roda.
Tidak butuh waktu lama, Rena sudah berada diranjang terapis pasien dengan tenang, karena sebelumnya dia sudah diberi suntikan penenang oleh perawat.
"Kamu tadi kenapa teriak-teriak ?" Tanya dokter Brata dengan suara yang lembut. Tapi Rena tidak bereaksi sedikitpun mendengar ucapannya.
"Kamu kesal ya, tidak bisa bertemu dengan mereka lagi?" Tanya dokter Brata lagi.
Kali ini Rena melirik, memandang ke arah dokter Brata.
"Iya, mereka yang selalu menemani hari-hari kamu yang sepi, hampa, sendiri." Lanjut dokter Brata.
Rena hanya memandang wajah dokter Brata. Dan kali ini akhirnya Rena mau berinteraksi dengan dokter Brata.