Biasanya orang menunggu dalam hitungan detik atau menit. Atau kalau yang ditunggu hobi ngaret, dalam hitungan jam. Tetapi kali ini Sarah harus menunggu dua minggu. Empat belas hari.
Tentu dalam hal ini dia bukan pengecualian. Juga tak sendirian.
Ini bukanlah hal langka. Begitu juga yang dialami jutaan orang-orang lain yang baru saja ikut program hamil perawatan kesuburan. Baik program bayi tabung ataupun yang lebih sederhana IUI seperti yang Sarah lalui.
Populer disebut sebagai TWW, two week wait. Alias penantian dua minggu.
Seperti layaknya penantian, yang ditunggu juga belum pasti. Pasti datang, atau pasti terhadang.
Lantas sama seperti jamaknya orang lain, Sarah memulai penantian dua minggunya dengan mencari kata kunci di internet: Tips menjalani two week wait.
Tipsnya tentu saja, menasehati para penunggu supaya tidak banyak pikiran. Jalani kehidupan selayaknya hari biasa.
Nanti saat hari keempat belas itu habis dimakan waktu, dia bakal mencoba tes di pagi hari. Juga menurut artikel itu, karena hormon HCG kadarnya tinggi di pagi hari.
Meskipun empat belas hari mungkin hanya kedipan kalau dibandingkan dengan nyaris dua periode ganti presiden yang ia lewati menunggu kapan ia hamil.
Pagi-pagi sekali tepat setelah penantian dua minggunya, di hari penyingkapan, dia mengeluarkan tespek dari lemari obat. Lalu berjalan ke kamar mandi membawa batang itu seperti sebuah pedang ke medan perang.
Dia berkemih di wadah kecil dan membiarkan tespek itu belajar berenang di sana (Masih dipegangi kok).
Tespek kurus tinggi langsing itu cuma memberinya satu strip.
Pelit betul. Padahal sudah dibantu belajar berenang.
Dia belum naik pangkat jadi prajurit dua strip.
Dia diam, namun hatinya gaduh.
Sesi buang air seni berikutnya, dia coba lagi.
Masih sama.
Oke. Sarah menghubungi dr. Zachary, via ponsel saja. Dokternya menyarankan untuk tunggu lagi tiga hari.
Tiga hari berselang, tespek kutilang bersikeras tetap kikir padanya. Lantas ada lagi yang dengan sopan mengetuk pintu tubuhnya, yang datang menyapa adalah gadis jelita bergaun merah yang ia kenali.
"Halo cantik," Sarah balas menyapa.
Sarah cuma bilang pada hatinya, walaupun ia datang bulan, itu juga harus disyukuri. Tandanya fungsi tubuhnya untuk menstruasi masih normal.
Ia ucapkan 'Selamat jalan, terima kasih sudah bertugas' pada kawannya tespek kutilang itu. Lalu membuang pula luka di hatinya bersama tutup tempat sampah yang terhempas menutup.
Seterusnya dia melakukan pemesanan daring untuk rencana konsultasi dengan dr. Zachary pada jadwal esok hari.
***
Keesokan harinya, Sarah sudah tiba di rumah sakit Z hampir satu jam sebelum alokasi jadwal yang ia pesan. Tadi saat mengendarai motornya ia berharap segera sampai, diperiksa dan cepat pulang lagi. Sore begini kalau boleh memilih dia lebih suka rebahan di rumah daripada nanti macet-macetan ramai-ramai bersama orang pulang kantor. Apa boleh buat.
Dari lobi, ia mendaftar untuk dapat nomor antrean terus menaiki lift ke lantai tempat klinik kesuburan itu berada.
"Sore, Ners. Mau konsultasi ke dr. Zachary."
Dia menyerahkan stiker dan berkas pendaftaran tadi.
"Bu Sarah, sebelumnya habis insem ya?" Sang perawat mengenalinya.
"Iya," dia mengangguk.
Perawat selamat pagi emak itu menilik-nilik catatannya.
"Kok lama?"
Sarah ingin sekali membalas dengan malas, 'Ya ndak tahu. Kok nanya saya?'