Siang-siang Sarah memotret bekas kencingnya sendiri. Sungguh seseorang yang produktif.
Kalau dia bilang pada dirinya sendiri yang masih kuliah, suatu saat ia bakal menghabiskan satu siang di masa depan untuk foto-foto bekas kencing, Sarah yang masih muda itu pasti bakal kesal. "Jorok. Iseng amat foto air seni," selorohnya judes, lalu lanjut main Facebook sambil makan seblak.
Namun siang ini, hal itu bukan tanpa alasan. Bukan kencing sekadar kencing, tapi apa yang ada di dalamnya. Dia akan mengirimi foto hasil tespeknya tersebut ke nomor dr. Zachary.
'Selamat siang, dr. Zach,' Sarah mengetik salam untuk dokternya di hp. Lalu ngemil tiga iris apel dulu selagi cari wangsit mau menulis apa.
'Tadi saya sudah tespek, dok. Sudah muncul garis dua,' dia ingin menambahkan kata 'Hore' tapi batal. Soalnya dia bingung mau ngetik 'Hore' saja atau 'Hore!'. Akhirnya batal. Lagipula orang dewasa lain yang normal kan mungkin tidak menambah kata 'Hore' di akhir berita gembira. (Hore)
Lanjut ia mengunggah foto tespek kutilangnya yang sudah naik pangkat jadi prajurit strip dua itu.
Sambil memandangi foto si kutilang yang jelita itu ia tiba-tiba ingat.
Ah, iya barangkali dokternya lupa, ia tambahkan data-data kapan ia inseminasi.
'Saya inseminasinya tgl X. Hpht tgl Y.'
Sarah juga baru tahu, ternyata tanggal awal mulai hamil disebut hpht. HPHT adalah kependekan dari Hari Pertama Haid Terakhir.
Dia agak pusing waktu dengar namanya. Yang pertama, tapi yang terakhir? Jadi yang mana?
Tapi begitu dipraktikkan dia lebih paham sekarang. Gampangnya, itu hari pertama Sarah haid. Kalau hamil, siklus berikutnya dia kan enggak hamil. Tanggal awal hamil yang dicatat adalah hari pertama dia haid di siklus sebelumnya itu.
Ia mengamati pesannya. Sejauh ini pesan yang ia kirim semua berupa pemberitahuan. Hmm, ia lupa tujuan awalnya. Padahal aslinya dia mau bertanya.
Ia lanjut mengetik, 'Selanjutnya gimana dok?'
Ya pasti suruh kontrol, cek USG, batinnya menjawab sendiri. Bukan itu maksudnya. Dia pikir-pikir lagi.
'Kalau kontrol untuk Sabtu ini enggak apa-apa dok?' Ia cukup puas dengan pertanyaan ini.
'Vitamin dan obat M dilanjutkan saja dok?' Sekalian tanya yang ini juga.
Selesai mengetik pesan ia lanjut istirahat, sholat dan makan. Alias ishoma, persis seperti dulu waktu dia di kantor. Baru dua jam kemudian dia membuka lagi hpnya.
Yang pertama terbaca adalah balasan pesan dokternya, 'Selamat ya Bu, sudah jelas hamil ini.'
Wah! Sarah mengusap-usap mata, kelilipan perasaannya sendiri.
Berikutnya, tentu jawaban, 'Boleh saja kontrol Sabtu nanti'.
Jantungnya berdebar-debar. Dia bakal kontrol pertama untuk kehamilannya akhir pekan nanti.
***
Sarah pikir dengan memulai kehamilan, dia bakal mengawali hidup penuh kebahagiaan seperti film The sound of music.
Bernyanyi merdu di hamparan rerumputan dikelilingi pegunungan Austria yang bersalju.
Terlebih hal ini baru terjadi usai ia tak juga hamil selama hampir dua periode ganti presiden,
Nyatanya, Sabtu pagi ini dia malah memulai kontrol kehamilan dengan kepala dipenuhi tanda tanya. Pertanyaan-pertanyaan yang melekat di relung-relung otaknya seperti kertas tempel di papan pengumuman.
Pertanyaan-pertanyaan yang sebetulnya ia undang sendiri oleh sebab berselancar berjam-jam di internet memenuhi rasa penasarannya soal kehamilan. Tepatnya soal hamil di posisi waktu tiga bulan pertama, alias trimester pertama.
Hal itu ditambah pula dengan ia merasa bagai seonggok agar-agar dibandingkan hari-hari biasanya. Ia berangkat untuk pemeriksaan pertama ini bukan hanya dengan calon janinnya, tetapi juga dengan sebuah sensasi sehalus sayap kupu-kupu di perutnya.
"Pelan-pelan aja ya," pesannya pada Bram.
"Iya, enggak dikejar-kejar apapun kok," suaminya menyahuti.
Mungkin hanya halusinasinya, namun perjalanan ke rumah sakit Z kali ini terasa sejauh perjalanan ke bulan. Juga sama bahayanya seperti ekspedisi ke sana. Meski suaminya sudah lihai menyetir, tiap melalui jalan entah berlubang entah hanya melindas permukaan tak rata, ia sungguh merasa agak tak nyaman. Seandainya aku terbungkus plastik gelembung mungkin semua terasa lebih baik, pikirnya asal.
Sesampainya di area rumah sakit Z, Bram menganjurkannya sesuatu yang belum ia pikirkan, "Aku drop duluan di lobi mau?"
"Supaya enggak jalan jauh dari parkiran?" Tuturnya.
Ah, iya itu tidak terpikirkan olehnya. "Iya mau," ia menyetujui.
Jadilah ia turun terlebih dahulu di lobi, lalu duduk menunggui Bram datang selepas beres parkir.
Dari lobi rumah sakit Z, kembali ia dan suaminya mendatangi klinik kesuburan di lantai atas gedung itu.
Tatkala masuk ke dalam klinik kesuburan, ia jumpai lagi sang perawat yang mirip aktris lawas itu.
"Mau konsultasi ke dr. Zachary, Ners..." Ia menyampaikan maksud kedatangannya.
"Kemarin sebelumnya ibu insem kan ya? Bagaimana hasilnya?" Perempuan itu menanyai sembari mengisi sebuah buku dengan stiker pendaftaran Sarah.
"Iya, alhamdulilah sudah garis dua di tespek," ia menyahuti dengan pelan-pelan.
"Wahhh, selamat ya Bu..."
"Euh, makasih, Ners..."
"Sebentar kita cek tensi dulu ya," lanjut perawat itu.
Selesai diukur tekanan darah dan dicatat beratnya, ia lalu duduk menanti di ruang tunggu untuk dipanggil antreannya.
Kali ini si patung perempuan kayu berwajah ningrat di depannya tidak berhasil membuatnya sebal. Ia bergelut dengan hal lain dalam pikirannya sendiri.
Takutnya apa terlalu dini untuk diselamati, dalam hati ia bertanya-tanya.
Garis dua di tespek kutilangnya itu ternyata tidak berarti dia aman sembilan bulan plus ini hingga bertemu bayinya. Seperti pemeriksaan pada periode awal masa kehamilan, ternyata ada pula kantung janin yang iya memang berhasil melekat, tetapi salah tempat melekatnya!
Kalau ia renungi, kenyataan ia berhasil hamil setelah menunggu hampir dua periode ganti presiden itu seakan melenyapkan satu kekhawatiran.
Namun tanpa ia duga, ini kemudian menumbuhkan -dengan kecepatan penuh secepat pesawat ulang alik, sembilan puluh sembilan cabang kekhawatiran yang lainnya.
Contohnya itu tadi, hasil dari menebus banyak pikiran dengan pencarian di internet, positif pada tespek tidak jamin ia hamil di tempat yang tepat.
Kok ada-ada saja dunia ini! Pekiknya kesal waktu itu.
Usai pembuahan, alias bersatunya sel telur dengan sel sperma, zigot akan melekat pada dinding rahim lalu berkembang sebagai janin. Terus tumbuh sampai membesar dan siap dilahirkan paling tidak di usia tiga puluh tujuh minggu.
Janin bisa berkembang sampai sebesar itu dengan aman (bagi dia dan ibunya) hanya jika berada di dalam rahim. Masalahnya itu tadi, ternyata ada kasus janin tidak melekat di dalam rahim, namun malah melekat di luarnya! Biasa dinamai sebagai kehamilan ektopik alias hamil di luar kandungan. Dan ini bukan hanya terjadi satu atau dua kasus.