AKHIR AGUSTUS 2005
“Baiklah, kalau sudah selesai makan siangnya, sampah-sampahnya silahkan dikumpulkan. Kita akan lanjutkan dengan acara berikutnya.“ Salah satu panitia ospek memberi perintah.
Dengan enggan, Ratu berdiri dan menutup kotak jatah makan siangnya yang masih tersisa separuh. Dia melangkah pelan-pelan menuju tong sampah terdekat. Sebuah kerumunan kecil menarik perhatiannya.
“Aduh!” Ratu berteriak spontan saat tubuh seseorang menabraknya, menumpahkan minuman dan meninggalkan noda di baju.
Orang yang menabraknya meringis kesakitan, sambil menatap cowok di depannya. Jadi, Mas itu yang mendorong Mbak ini sampai jatuh? Batin Ratu.
“Mbak nggak papa?”
Gadis itu menggeleng sambil terus memandang si pendorong.
“Sudah ku bilang kan jangan peluk-peluk? Aku nggak suka! Ngerti?.” Cowok itu beranjak dari kerumunan.
“Hei!” Ratu meneriaki cowok itu, memaksanya menoleh. “Mas harusnya minta maaf. Masa cowok beraninya sama cewek doang?”
Cowok itu berjalan mendekat, mengikis jarak antara mereka. Dari dekat, cowok itu terlihat sangat tampan, sekaligus menyeramkan. “Itu bukan urusanmu!” Kilatan di matanya dan suara rendahnya seharusnya mampu membuat semua cewek mengkerut takut, tapi tidak dengan Ratu.
“Mas nggak lihat kalau bajuku kotor karena Mbak itu nabrak aku? Jelaslah ini urusanku juga.” Ratu balas menatap cowok itu, menantang.
Cowok itu mendesis, “Salah sendiri jalan sambil melamun. Anak baru jangan cari masalah di sini.” Badannya bergerak perlahan, menjauh. Namun matanya masih tak melepaskan pandangan dari Ratu. Kemudian cowok itu pergi sambil mengibaskan tangan di kepala tanda bahwa Ratu tidak penting.
“Dasar cowok gila!” Ratu melemparkan kotak makan ke tong sampah dengan kekuatan penuh sebagai pelampiasan kemarahan, kemudian bergabung dengan peserta ospek yang lain.
Belum apa-apa, Ratu sudah bertemu cowok menyebalkan, dan dia makin jengkel saat dia menyadari cowok itu ada diantara deretan panitia.
“Kamu kenapa?” Tanya Neni, sahabat baru yang langsung klop dengannya sejak hari pertama ospek.
“Habis ketemu cowok gila.”
“Hah?”
“Lupakan. Nggak penting kok.”
“Kalau emang nggak penting kenapa mukamu sampai ditekuk gitu?”
Ratu menatap Neni. Eh, iya juga ya?
“Ada apa sih?”
“Ada cowok nyebelin tadi, dia dorong-dorong orang sampe jatuh dan nabrak aku, lihat bajuku! “ Ratu menunjukkan bajunya yang penuh noda. “Lebih nyebelin lagi saat dia menolak minta maaf.”
“Apa mereka sepasang kekasih yang bertengkar?”
“Entahlah. Yang jelas aku nggak suka lihat cowok menindas cewek kayak tadi.”
Neni mengulum senyum dan sudah akan membuka mulutnya untuk berkomentar saat suara panitia terdengar di depan.
Acara ospek selanjutnya adalah perkenalan organisasi mahasiswa yang ada di kampus itu. Ratu dan Neni menyimak. Ada beberapa organisasi yang unjuk kebolehan untuk menarik minat anggota baru, sebagian dari mereka dapat respon positif dari mulai decakan kagum sampai tepuk tangan, tapi ada juga yang dapat respon negatif dari yang cuma malas nonton sampai yang mencibir.
“Ra, kamu mau ikut organisasi apa?”
Ratu tak langsung menjawab. Sebenarnya dia sudah memutuskan untuk ikut organisasi apa jauh sebelum dia memutuskan kuliah dimana. Hanya organisasi itu yang membuat Ratu tertarik. Lagi-lagi magnet yang sama. Berputar-putar dalam lingkaran yang sama.
“Ra?” Desak Neni.
“Kalau kamu?”
“Malah balik nanya. Aku mau ikut ini.” Neni menunjukkan selebaran yang tadi dia terima dari salah seorang panitia.
Ratu terkejut. Ia menatap Neni lamat-lamat. Entah ini takdir atau apalah namanya. “Ayo kita daftar!”
“Serius? Kamu mau ikut juga?”
Ratu tersenyum dan mengangguk mantap.