NOVEMBER AKHIR, 2005
Waktu seolah berlari. Tiba- tiba Ratu sudah sibuk menyiapkan ujian semester. Satu bulan terakhir, dia dan Neni jarang sekali bersantai. Tugas akhir dan makalah begitu menumpuk. Terkadang mereka datang ke basecamp sesekali saat pulang kuliah. Hanya mampir untuk memastikan mereka tidak ketinggalan info soal diklat.
Seperti yang sudah diumumkan, diklat itu dilaksanakan setelah ujian semester. Di minggu terakhir bulan Desember atau di awal Januari. Jadi sementara ini Ratu dan Neni fokus pada persiapan ujian semester mereka.
Walaupun Ratu sudah berusaha, tapi uang dari hasil mengajar les itu hanya cukup untuk membeli satu buku. Sisanya dia harus sering mengunjungi perpus, merangkum beberapa buku referensi,dan pergi ke warnet untuk melengkapi sisanya. Melelahkan memang. Tapi hanya itu pilihan yang dia miliki saat ini.
Seperti siang itu, saat yang lain tengah bersantai menikmati makan siang setelah kuliah yang melelahkan, Ratu justru berjalan kaki ke perpustakaan kampus. Dia duduk dengan tenang, di hadapan bertumpuk-tumpuk buku yang dia sendiri tidak tahu harus mulai membacanya dari mana. Akhirnya dia mengambil buku itu acak, membaca daftar isi, dan mulai menulis apa yang menurutnya penting.
“Mata kuliah apa?”
Ratu mendongakkan kepala, dan dia mendapati makhluk yang paling tak ingin ditemuinya tengah duduk santai di hadapannya. Pemeran jahat sekaligus penolong dalam tragedi yang membuatnya jadi rajin mengunjungi perpus. Ya, siapa lagi? Dan Ratu bingung, harus mengumpat atau berterimakasih padanya.
“Kimia Organik.”
Langit memilah-milah tumpukan buku di hadapannya, menyingkirkan sebagian, dan menata sisanya. Setelahnya sunyi, baik Ratu maupun Langit sibuk dengan bukunya masing-masing. Setelah beberapa saat, Langit menumpuk beberapa buku di depan Ratu.
“Baca dari yang atas. Halamannya sudah ku tandai.” Kalimat itu disusul dengan suara kursi digeser, Langit bersiap pergi.
“Soal malam itu_”
“Nggak usah dibahas.”
“Aku hanya mau bilang_”
“Sudah ku bilang nggak usah.”
“Aku tak butuh bantuanmu!”
Langit menoleh cepat, disambut tatapan menantang dari Ratu seperti biasa.
“Kenapa? Kamu pikir aku akan berterimakasih?”
“Tidak. Aku hanya menyesal tidak jadi melihat tontonan gratis malam itu.” Langit membalikkan tubuh dan melambaikan tangan di atas kepala.
Ratu mengepalkan tangan. Susah payah dia menahan agar air matanya tidak meluncur. Tubuhnya gemetar oleh amarah. Dia memejamkan mata dan menggigit bibirnya. Bayangan menakutkan malam itu kembali tertayang di kepalanya, membuyarkan konsentrasi yang sudah disusun untuk belajar sungguh-sungguh.
Kepalan tangannya semakin keras, Ia tak kan menyerah. Tak kan pernah. Ratu kembali mengatur nafas. Dan sudah bisa bersikap biasa saat mengangkat telfon dari Neni.
“Ya, Nen?”
“Jadi ke toko buku? Katanya mau cari buku referensi?”
Ratu melirik jam tangannya, dia sudah terlambat dari waktu yang disepakati dengan Neni.“Oke, aku pulang sekarang.”
“Aku sudah di depan Perpus. Aku tunggu di sini ya?”
“Oke.”
Tergesa-gesa, Ratu mengembalikan semua buku yang dipinjamnya. Setengah berlari menemui Neni dan mereka langsung ke toko buku. Tidak butuh waktu lama untuk menemukan buku yang mereka cari.Yang membuat lama justru karena mereka berputar-putar dan membaca gratis beberapa buku. Untuk berhemat, masing-masing membeli satu buku berbeda supaya bisa saling meminjamkan.Sementara Neni masih membaca, Ratu ikut antri di kasir.
“Ratu.” Tiba-tiba seseorang memanggil namanya.
Ratu mencari sumber suara itu, dia merasa begitu mengenalnya. Yang jelas itu bukan suara Neni.
Tepukan pelan di bahunya membuat Ratu menoleh, dan didapatinya wajah teduh dengan senyum khas sedang menatapnya. Senyuman manis ala badboy. Ratu terperangah.
“Elang!”
“Surprise! Finally I found you.” Sambil berkata begitu cowok itu menarik hidung Ratu.
“Hei, sakit tahu.”
“Haha maaf. Habisnya aku seneng banget akhirnya aku bisa menemukanmu di sini. Kamu beli apa?”
Ratu memperlihatkan cover bukunya.
“Kamu ambil jurusan apa? Biar aku yang traktir.”
“Eh? Nggak usah.”
Tapi Elang sudah membayarnya.
“Kamu sendirian kesini?”
“Sama temen. Dia lagi baca-baca di sana.” Ratu menunjuk rak novel
“Nggak terburu-buru kan? Yuk makan dulu. Kita bisa ngobrol-ngobrol. Udah lama nggak ketemu.”
“Oke, bentar ya aku panggil temenku dulu.”
Ratu menghampiri Neni dan mengajaknya menemui Elang. Mereka ngobrol santai di perjalanan ke kedai masakan Jawa di depan toko buku.
Elang orang yang asyik. Neni langsung menyukainya sejak mereka dikenalkan. Dia humoris dan pandai membuat suasana jadi menyenangkan. Dari cerita Ratu dan Elang, mereka adalah teman sejak kecil. Bermain dan bersekolah bersama. Rumah merekapun berdekatan. Sebelum akhirnya Ratu pindah rumah saat mulai masuk SMP. Walau begitu, Elang tetap berikukuh untuk sekolah bareng Ratu walau jaraknya cukup jauh. Dia bela-belain ngekos agar mereka tetap bisa sekolah bersama.