Suara ponsel membahana di kamar minimalis milik Zidan. Cowok dengan tubuh porfosional berkulit kuning langsat. Ia baru saja keluar dari kamar mandi dan meraih ponsel di atas meja dengan malas. Tangan kanannya menghapus sebagian wajah yang masih basah.
“Halo … Assalamualikum …” Sapa Zidan biasa saja.
“Waalaikumsalam … Zidan, bagaimana kabarmu?” Suara seorang perempuan terdengar dari seberang sana. Itu suara mamanya.
“Zidan baik-baik aja, Ma,” jawabnya singkat.
“Syukurlah … Mama khawatir dari kemarin. Mana ponselmu tidak bisa dihubungi. Trus pikiran mama kemana-mana, Zi. Kamu jangan buat mama panik dong …”
“Ponsel Zidan lagi lowbat, Ma. Tadi malem lupa mau ngecarger. Nih Zidan mau berangkat kerja,” kata Zidan sambil melirik jam dinding yang tergantung di atas pintu. Sudah setengah tujuh.
“Kamu hati-hati ya, Zi…” Pesan mama.
“Iya, Ma.”
“Trus, kapan kamu pulang ke Medan? Sudah lima tahun kamu nggak pernah jenguk mama. Apa kamu nggak kangen sama mama?”
“Hmm ... Zidan masih sibuk, Ma. Kerjaan kantor juga menumpuk. Ada apa, Ma?” tanya Zidan penasaran.
“Mama hanya khawatir dengan masa depanmu. Mama ingin kamu segera menikah, Zi,” ucap mama membuat Zidan shock. Permintaan mama yang belum ia penuhi yaitu menikah.
“Apa? Menikah?” Zidan membuat ekspresi terkejut di wajahnya. Pertanyaan kapan menikah itu membuat ia seperti seorang narapidana. Mengapa semua selalu menanyakan hal itu padanya.
“Apalagi sih yang kamu tunggu? Pekerjaanmu sudah mapan, umurmu juga sudah matang. Mama nggak mau kamu jadi lajang tua, Zi,” ucap Mama membuat Zidan semakin shock.
Zidan menarik nafas dengan berat, lalu menghembuskannya dengan perlahan.
“Ma … Jangan bebani Zidan dengan pertanyaan seperti itu. Zidan lagi berusaha, Ma. Zidan janji akan mencarikan menantu untuk mama tahun ini.”
“Hhh … kamu itu kebanyakan janjinya. Tahun kemarin juga kamu bilang seperti itu. Sekarang begitu lagi, mau sampai kapan mama menunggu? Rambut mama sudah hampir putih semua, Zi. Kamu mau dicap lajang tua? Nggak laku-laku gitu?” Mama sedikit meninggikan nada suaranya.
“Sudahlah, Ma … Mungkin Allah belum mempertemukan jodoh Zidan.”
“Jodoh itu dicari, Zi … Bukan ditunggu. Gimana kamu mau dapat jodoh kalau kamu nggak mencarinya? Apa kamu pikir jodoh itu jatuh dari langit? Apa kamu pikir jodohmu itu ujuk-ujuk datang trus ngajak kawin? Semuanya itu kamu yang harusnya berusaha mencari.”
Zidan menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ia benar-benar jenuh dengan pertanyaan seperti itu. Mengapa setiap orang mendiktekan masalah jodoh? Jodoh itu kan urusan Allah.
“Kalau kamu belum dapat jodoh juga sampai bulan depan, sebaiknya kamu pulang ke Medan. Mama mau menjodohkan kamu dengan anak Om Hendro. Dia kuliah di Cairo, cantik, baik budi, pakai jilbab dan mama suka dengannya,” ucap mama tegas.