Kehidupan telah mengajarkan nya banyak hal, mengajarkan nya apa –apa yang tidak di pelajari nya di bangku sekolah, tetapi kehidupan memberikan nya melalui pengalaman hidup. Guru nya adalah waktu yang mengasah nya menjadi pribadi tangguh nan elok budi pekerti nya.
Besok adalah hari pernikahan Sofia, dia menatap ku sesaat aku datang untuk mengantar tepak sirih dari rumah ibu ke rumah orangtuanya. Rasa nya aku ingin menemani nya disaat – saat seperti ini, tapi apalah daya ku, di sana sudah banyak sanak saudara Sofia yang menemani nya, semoga besok menjadi hari yang Allah tentukan baik untuknya. Ponsel ku berbunyi ada sebuah panggilan telepon dari Hanif, tidak seperti biasanya, jika ingin menelepon atau video call, hanif terlebih dahulu pasti selalu bertanya entah itu lewat pesan wa atau sms. Baiklah mungkin ini penting. “ assalammualaikum, tatap ku ke layar ponsel , karena ternyata ini panggilan video, sebentar ya nif,aku pergi kesana dulu gak enak banyak orang disini, lagian ada pesta juga besok, ibu – ibu nya lagi pada masak – masak , ntar di julitin heheh,”.
Sembari memikirkan tempat untuk melanjutkan panggilan video dari hanif aku memperhatikan sekeliling kali – kali aja ada tempat yang pas. Sepertinya lebih nyaman untuk pulang saja dan menerima panggilan video dari Hanif dirumah. “boleh 5 menit lagi vc balik gak nif..? aku kerumah dulu aja kalau gitu. Gak enak euy terima vc disaat lagi rame begini, bentar ya aku balik dulu “. Tanpa menunggu persetujuan hanif aku langsung memutus panggilan Hanif dan bergegas pulang.
Tak lama berjalan dari rumah Sofia yang berjarak hanya tiga rumah dari rumah ku aku sudah sampai di teras samping yang langsung berhadapan dengan rumah mak Iti yang sekarang sudah bagus sekali, design nya sudah seperti villa – villa di tempat wisata. Siapa kira – kira orang yang ingin tinggal di kampung ini dengan rumah semegah ini ya..?, batinku. Aku memilih tempat ini karena seingat ku spot ini adalah spot pavorit ayah atau ibuku pada saat menelepon atau video call, menurut ibu disini adalah spot dimana signal 4G berlimpah jadi panggilan video atau telepon tidak akan terganggu susah signal. Baiklah kita coba saja, semoga kali ini signal bersahabat. Betul saja panggilan video dari Hanif sudah masuk.
“ Iya assalammualaikum, tatap ku kelayar ponsel. Dari seberang hanif tersenyum dan menjawab salam ku. “ibu sama ayah mana..? aku mau sapa ibu sama ayah bisa..? aku gak nyangka respon ibu sama ayah seperti yang kamu bilang ke aku kemaren..? hepppiiiii sih aku. Berarti gak ada pengahalang ya cinta kita..?. aku tersenyum menyeringai mendengar komen nya barusan. “emang aku cabe – cabean kamu ngomong begitu. Ibu sama ayah lagi di tempat yang ramai tadi, besok temen kecil aku Sofia akan menikah. Jangan ledekin aku begitu ahhh, gak lucu.” Sahutkku ke arah hanif “ boleh arahin ke sisi mana aja rumah kamu gak fii, aku mau liat suasanya disana..?’. hanif sepertinya penasaran dengan suasana pandai sikek ini.
“Sebentar ya aku kasih lihat, nihh ,,,... sembari aku memutar arah kamera hampir 360 derajat agar suasana desa ini terlihat. Mashaallah, indah banget ya ciptaan Allah ini, termasuk yang lagi muter itu kamera,” senyumnya ke arah ku. Aah udah ah kamu udah mulai ngaco deh aku rasa. Udah ya Assalammualaikum.” Tutup ku. Eeitts tunggu dulu, iya aku becanda. Aku tahu kok batasan nya, sampai nanti hari H kita halal ya, ajakin aku sepedaan disana, kayak nya seru. Lebih seru sepedaan disana daripada di german pasti. Sampai nanti waalaikumsalam. Tutup nya sembari tersenyum. Entah kenapa semenjak kita saling kenal dan dekat, kita tidak pernah saling berkirim pesan lebih dari 1 paragraf atau menelepon lebih dari 5 menit begitu juga pada saat video call. Entah aturan darimana itu dan tidak tahu entah siapa yang dahulu memulai aturan tidak tertulis itu diantara kami berdua.
Rasanya tidak nyaman kalau sudah kehabisan topik yang akan di bicarakan tapi tetap memaksakan diri untuk tetap mengobrol. Begitu juga saat kami akan pergi. Selalu ada teman – teman yang menemani kemana saja kami bepergian selama di German. aku dan Hanif percaya akan ada celah untuk setan disana, jika dalam bersikap atau berbicara terlalu berlebihan apalagi hanya ada kami berdua seperti pada saat berkirim pesan atau video call. Terlalu udik pemikiran ini untuk orang – orang yang bersekolah di German bukan..? ya begitulah relationship antara aku dan Hanif. Dan kami saling menghargai batasan – batasan itu.
Sejuk sekali memang suasana pandai sikek ini, dulu sebelum aku ke German, rasanya biasa saja tinggal di daerah ini, tetapi setelah kita merantau kita baru tahu ternyata pulang itu menenangkan, rindu akan suasana itu ternyata membuat kita merasa kesepian di rantau sana. Dan tak ada tempat yang lebih indah untuk kembali selain kampung halaman. Beruntung rasanya aku masih memiliki tujuan untuk pulang yang kusebut kampung halaman. Masih terbayang bagaimana suasana rumah mak Iti yang dulu dan kini sudah berganti bangunan nya ini. aku rindu bangunan lama itu, rumah panggung tempat aku dan Rafly, salah satu anak mak iti yang seumuran dengan ku berlarian, mengejar ayam – ayam perliharaan ayah ku yang akan dimasukan ke kandang. Dari tadi aku sudah mendengar suara tangisan anak kecil dari rumah berpagar tinggi ini, sudah hampir 20 menit rasanya anak kecil itu menangis di dalam rumah besar itu. Ada apa ya..? jangan... jangan . ahh aku terlalu banyak menonton berita kriminal sepertinya. Tapi kalau seandainya itu benar betapa menyesal nya aku, tapi bagaimana caranya masuk kesana. Pagar nya setinggi ini, untuk melihat apa yang terjadi di dalamnya saja aku tidak bisa.
“Apa yang fiyah buat dekat situ..? bantu ibu dirumah sofia bisa..? tadi sofia menanyakan Aafyah ke ibu..?”. ibu mengejutkan ku, aku terlalu fokus dengan suara tangisan anak kecil yang aku dengar dari rumah berpagar tinggi ini, yang sudah 20 menit berlalu tidak kunjung diam. “ bu..? ibu dengar gak suara anak kecil menangis dari bekas rumah mak iti ini bu..? dari tadi aafiyah dengar tak diam – diam bu. Aafiyah takut kalau ...kalau “. Aku menatap ibuku penasaran. Tetapi ibuku santai saja melihat aku yang seakan - akan curiga bahwa di dalam rumah berpagar tinggi itu ada peristiwa penculikan anak. “hush, itu cucu ibu yang punya rumah ini, mungkin dia haus atau dia mau tidur, biasa lah anak – anak kalau apa yang dia mau tak dikasih kan menangis.” Jawab ibu ke arah ku.